sumber : dari sini
Alhamdulillah
hari ini kita berada di penghujung bulan Jumadil Akhir, yang artinya esok hari
sudah masuk tanggal 1 Rajab 1434 H. Setiap pergantian bulan dalam bulan-bulan Hijrah kita
disunnahkan untuk berdo’a, terutama ketika melihat hilal atau bulan pada malam
harinya. Do’a yang dianjurkan untuk dibaca di setiap awal bulan adalah : Allahu
Akbar, Allahumma ahillahu ‘alainaa bilamni wal iimaan wassalaamati walislaam
wattaufiiq lima tuhibbu watardha robbunaa waraobbuka Allahu. Artinya, Allah
Maha Besar, ya Allah, tampakan bulan tanggal satu itu kepada kami dengan
membawa keamanan dan keimanan, keselamatan dan Islam serta mendapat taufik
untuk menjalankan apa yang Engkau senang dan rela. Tuhan kami dan Tuhanmu
(wahai bulan sabit) adalah Allah. (HR. Tirmidzi 5/204 dan ad Darimi
1/336)
Sudah
sering kita mendengar bahwa bulan Rajab ini adalah salah satu bulan yang cukup diistimewakan,
dimana bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan haram.
“Sesungguhnya zaman
itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan
bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang
dihormati, tiga bulan diantaranya berturut-turut Dzulqaidah, Dzulhijjah,
Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan
Sya’ban.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Bakrah)
Allah juga berfirman dalam Al Qur’an, yang artinya : “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah
adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah pada hari Dia menciptakan
planet-planet dan bumi, diantaranya ada empat bulan terlarang. Itulah agama
yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri padanya. Perangilah orang-orang
musyrik itu seluruhnya sebagaimana mereka memerangi kamu seluruhnya. Ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang memelihara diri.” (QS At Taubah 36)
Empat bulan ini disebut haram karena pada empat bulan ini diharamkan
berperang, dan ini adalah ajaran yang telah ada semenjak Nabi Ibrahim dan Nabi
Isma’il as. Dan hal ini masih terus dipelihara oleh bangsa Arab sampai masa
diutusnya Nabi Muhammad SAW menjadi seorang nabi dan rasul.Di buku-buku tafsir dan sejarah diceritakan bahwa karena ketaatan bangsa Arab terhadap ajaran ini, sampai-sampai, seandainya ada seseorang yang bertemu dengan pembunuh orang tuanya, atau saudaranya atau sanak familinya pada bulan-bulan ini, maka pertemuan ini tidak sampai menggerakkannya untuk melakukan tindakan balas dendam, padahal orang Arab pada zaman itu terkenal sangat pendendam.
Hikmah yang terkait dengan empat bulan haram ini, sebagaimana yang disebukan dalam Al Qur’an surat At Taubah 36, yaitu:
1. Fala tazhlimu fihinna anfusakum. Singkatnya, pada empat bulan ini, orang-orang yang beriman dilarang menzhalimi diri sendiri.
2. Waqatilul musyrikina kaffatan kama yuqatilunakmu kaffah. Maksudnya, kaum muslimin tidak boleh kehilangan kewaspadaannya dalam empat bulan ini, sebab bisa saja ada pihak-pihak yang tidak mengindahkan larangan berperang ini, lalu mereka menyerang kaum muslimin. Jika hal ini terjadi, kaum muslimin dibenarkan melakukan peperangan untuk membela diri.
3. Wa’lamu annaLlaha ma’al muttaqin. Maksudnya adalah bahwa kaum muslimin hendaklah terus menjaga dan meningkatkan ketaqwaannya agar tetap mendapatkan ma’iyyatuLlah (kebersamaan Allah SWT).
Maksud Menzhalimi Diri Sendiri
Yang dimaksud dengan menzhalimi diri sendiri yang dilarang oleh Allah SWT pada ayat ini adalah:
a. Tidak melakukan perbuatan baik, padahal peluang dan kesempatan terbuka baginya, dan atau
b. Melakukan perbuatan buruk, walaupun dengan alasan ada peluang dan kesempatan sekalipun, terlebih lagi jika untuk melakukan keburukan seseorang sampai ke tingkat “mengorbankan” harta, jiwa dan nyawa.
Menzhalimi Diri Sendiri Berlaku Sepanjang Tahun
Sebenarnya tindakan menzhalimi diri sendiri dilarang oleh Allah SWT sepanjang tahun.
Adapun adanya pelarangan perbuatan ini dalam empat bulan ini bersifat pengukuhan dan penegasan. Seakan-akan Allah SWT berfirman: “Janganlah kamu melakukan perbuatan menzhalimi diri sendiri kapan saja sepanjang tahun, terlebih lagi pada empat bulan haram”.
Kaum Muslimin Mesti Bersatu, Khususnya Saat Menghadapi Keculasan Musuh
Pada taujih Allah SWT yang kedua dijelaskan bahwa kaum muslimin tidak boleh kehilangan kewaspadaannya, sebab bisa jadi ada musuh yang menyerang kaum muslimin pada empat bulan haram.
Dan jika kaum muslimin diperangi oleh musuh pada empat bulan haram, maka kaum muslimin berkewajiban untuk memerangi dan melawan mereka sebagai bentuk bela diri.
Dan dalam hal ini, Allah SWT memerintahkan kepada kaum muslimin agar dalam menghadapi musuh itu mereka bersatu dan tidak berpecah belah. Istilahnya “kaffatan”. Sebab para musuh pun dalam memerangi kaum muslimin juga bersatu dan beraliansi. Mereka bersepakat untuk menjadikan kaum muslimin sebagai common enemy atau musuh bersama bagi mereka.
Hal ini memberi pengajaran bahwa kaum muslimin diperintahkan untuk terus menjaga dan meningkatkan persatuan dan kesatuan mereka, serta dilarang berpecah belah, khususnya di saat mereka sedang berperang, lebih khusus lagi di saat kaum muslimin diserang, dan lebih-lebih khusus lagi, mereka diperintahkan untuk menjaga dan meningkatkan persatuan dan kesatuan mereka di saat mereka berada di empat bulan haram. Istilah lainnya, mereka diperintahkan untuk terus melakukan konsolidasi, koordinasi dan merapatkan barisan, khususnya pada empat bulan haram ini.
Di antara wujud persatuan adalah ‘adam at-takhadzul (tidak dibenarkan saling membiarkan saudaranya diperangi musuh tanpa memberikan pertolongan, pembelaan dan dukungan apa pun).
Ma’iyyatullah (Kebersamaan Allah SWT)
Pada taujih Rabbani yang ketiga dijelaskan bahwa jika kaum muslimin terus menjaga, memelihara dan meningkatkan ketaqwaan mereka kepada Allah SWT, sehingga sifat taqwa itu telah melekat kepada mereka, dan karenanya mereka disebut muttaqin, maka mereka akan mendapatkan ma’iyyatullah (kebersamaan Allah SWT)
Yang dimaksud “kebersamaan” di sini adalah kebersamaan atau ma’iyyatullah yang bersifat khusus, dalam arti Allah SWT akan mendukung mereka, membela dan memberi kemenangan kepada mereka dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Sebagaimana ma’iyyatullah kepada Rasulullah SAW dan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA saat keduanya berada di dalam gua Tsur, sebagaimana diceritakan dalam Q.S. At Taubah 40.
Banyak manusia meyakini bulan Rajab sebagai bulan untuk
memperbanyak ibadah, seperti shalat, puasa, dan menyembelih hewan untuk
disedekahkan. Tetapi, kebiasaan ini nampaknya tidak didukung oleh sumber yang shahih.
Para ulama hadits telah melakukan penelitian mendalam, bahwa tidak satu
pun riwayat shahih yang menyebutkan keutamaan shalat khusus, puasa, dan ibadah
lainnya pada bulan Rajab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu
Hajar Al 'Asqalani dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi. Benar, bulan Rajab adalah
bulan yang agung dan mulia, tetapi kita tidak mendapatkan hadits shahih tentang
rincian amalan khusus pada bulan Rajab.
Lantas, apa yang bisa kita lakukan untuk memuliakan bulan
Rajab ini??
Shaum
di Bulan Rajab
Shaum
dalam bulan Rajab, sebagaimana dalam bulan-bulan mulia lainnya hukumnya sunnah.
Diriwayatkan
dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah aw. Bersabda:
“Puasalah
pada bulan-bulan haram (mulya).” Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad.
Rasulullah
saw. juga bersabda:
“Kerjakanlah
ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga
kalian bosan”.
Ibnu Hajar, dalam kitabnya “Tabyinun Ujb”, menegaskan bahwa tidak ada hadits, baik sahih, hasan, maupun dha’if yang menerangkan keutamaan puasa di bulan Rajab.
Ibnu Hajar, dalam kitabnya “Tabyinun Ujb”, menegaskan bahwa tidak ada hadits, baik sahih, hasan, maupun dha’if yang menerangkan keutamaan puasa di bulan Rajab.
Bahkan
beliau meriwayatkan tindakan Sahabat Umar yang melarang mengkhususkan
bulan Rajab dengan berpuasa.
Ditulis
oleh Imam Asy Syaukani dalam Kitabnya, Nailul Authar, menerangkan bahwa Ibnu
Subki meriwayatkan dari Muhamad bin Manshur As Sam’ani yang mengatakan bahwa
tidak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus.
Disebutkan
juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi
yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang
kuat.
Namun
demikian, sesuai pendapat Imam Asy Syaukani, bila semua hadits yang secara
khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya
kurang kuat untuk dijadikan landasan, maka hadits-hadits yang umum, seperti
yang disebut di atas, itu cukup menjadi hujah atau landasan.
Di
samping itu, karena juga tak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di
bulan Rajab.
Do’a
Bulan Rajab
Bulan
Rajab merupakan starting awal untuk menghadapi Bulan Suci Ramadhan.
Subhanallah, Rasulullah saw. menyiapkan diri untuk menyambut Bulan Suci
Ramadhan selama dua bulan berturut sebelumnya, yaitu bulan Rajab dan bulan
Sya’ban. Dengan berdoa dan memperbanyak amal shalih.
Do’a
keberkahan di bulan Rajab. Bila memasuki bulan Rajab, Nabi saw. mengucapkan,
“Allaahumma Baarik Lana Fii Rajaba Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana. “Ya
Allah, berilah keberkahan pada kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah
kami kepada bulan Ramadhan.”
Hadits
di atas disebutkan dalam banyak keterangan, seperti dikeluarkan oleh Abdullah
bin Ahmad di dalam kitab Zawaa’id al-Musnad (2346). Al-Bazzar di dalam
Musnadnya -sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasyf al-Astaar- (616).
Ibnu As-Sunny di dalam ‘Amal al-Yawm Wa al-Lailah (658). Ath-Thabarany
di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath (3939). Kitab ad-Du’a’ (911). Abu
Nu’aim di dalam al-Hilyah (VI:269). Al-Baihaqy di dalam Syu’ab
(al-Iman) (3534). Kitab Fadhaa’il al-Awqaat (14). Al-Khathib
al-Baghdady di dalam al-Muwadhdhih (II:473).
Memperbanyak
amal shaleh, seperti shaum sunnah, terutama di bulan Sya’ban. Diriwayat oleh
Imam al-Nasa’i dan Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Huzaimah. Usamah berkata
pada Nabi saw.
“Wahai
Rasulullah, saya tidak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang
Engkau lakukan dalam bulan Sya’ban.’ Rasul menjawab: ‘Bulan Sya’ban adalah
bulan antara Rajab dan Ramadhan yang dilupakan oleh kebanyakan orang. Di
bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku
ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa.” Allahu a’lam
“Allahumma baarik lanaa fii Rojab wa Sya’ban wa ballignaa
Romadhon ”
Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan
perjumpakanlah kami dengan bulan Ramadhan.