Mengurangi maksiat menjauhkan dari musibah.
Bencana dan musibah merupakan sebuah keniscayaan dan selalu beriringan dengan langkah umat Muslim. Seseorang yang tertimpa musibah hendaknya tidak berkeluh kesah dan menyalahkan Allah SWT.
Tentu, kita sebagai manusia selalu memohon kebaikan dan keselamatan dalam hidup, termasuk di dalamnya dijauhkan dari musibah dan bencana.
Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ustaz Ahmad Satori Ismail mengatakan dalam menghadapi musibah umat Islam harus bersikap sabar. “Hendaknya kita ucapkan lafaz, Innalillahi wa inna ilahi rajiun sambil memanjatkan doa,” ujar Ustaz Satori.
Karena, sesungguhnya apa-apa yang ada di dunia, termasuk diri kita, adalah milik Allah SWT. Cepat atau lambat akan kembali kepada-Nya. Sedangkan, doa yang dapat dipanjatkan, di antaranya Allahuma jurni fi musibati wa akhlif li khairun minha.
Doa yang diriwayatkan Muslim tersebut mengandung arti meminta pahala dari musibah yang terjadi dan berharap dapat pengganti yang lebih baik dari yang telah hilang saat terjadi musibah.
Dalam Alquran surah ar-Ruum ayat 41, Allah SWT menyebutkan kerusakan di muka bumi disebabkan tangan manusia. Karenanya untuk menghindari bencana, kata Ustaz Satori, manusia harus menghentikan perilaku merusak.
Secara maknawi amalan yang harus dilakukan adalah mengurangi maksiat. Hal itu berdampak pada kerusakan jiwa umat Islam.
Setiap dosa atau titik hitam yang dilakukan oleh manusia pasti mendapatkan balasannya. Balasan tersebut dapat terjadi di dunia maupun akhirat.
Maksiat yang terjadi awalnya karena kurang bersyukurnya umat dengan apa yang telah diberikan. “Mereka terkadang kurang puas dengan harta yang didapatkan sehingga menimbulkan korupsi,” ungkap Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu.
Di samping itu, pejabat sebagai ulil amri juga harus bertanggung jawab dalam terhadap kepemimpinannya. Penanganan bencana pun harus menjadi pelajaran agar tidak terperosok ke lubang dua kali.
Selain menghindari maksiat, amalan lain yaitu melakukan amalan jariyah yang tidak terputus pahalanya. Amal jariyah tidak hanya menyumbangkan uang, tetapi juga dengan memperhatikan lingkungan.
Mereka dapat membersihkan sungai dan selokan agar sungai tersebut dapat mengalir dengan lancar. Menjaga pepohonan dan menanam pohon untuk mempermudah penyerapan air hujan.
Membangun masjid dan jalan raya juga bagian dari amalan yang tidak terputus pahalanya. Selain itu, doa dan zikir pun senantiasa dipanjatkan untuk mendapatkan perlindungan Allah SWT di dunia dan akhirat.
Doa yang dipanjatkan meminta pada Allah SWT agar tidak diberikan musibah yang berat. Jangan sampai mendapatkan musibah untuk agamanya dan jangan sampai dijadikan orang yang terlalu cinta pada dunia.
“Ya Allah, tolaklah untuk kami bala berbagai musibah, wabah-wabah penyakit di negeri kami khususnya dan negara umat Muslim,” ujarnya.
Sedangkan, zikir yang paling hebat kekuatannya adalah mengucapkan istighfar. Umat Islam dapat mengamalkan istighfar pendek maupun yang panjang dan juga sayyidil istighfar.
Pimpinan Majelis Az Zikra Ustaz Muhammad Abdul Syukur mengatakan untuk menghindari bencana sebaiknya umat Islam melakukan tobat. Bukan hanya orang yang pernah terkena bencana atau musibah, melainkan juga seluruh umat Muslim.
“Tanpa kita sadari perilaku yang kita perbuat bisa saja menimbulkan bencana,” ujarnya. Ustaz Abdul Syukur menjelaskan ketika seseorang sengaja atau tidak membuang sampah sembarangan, hal itu berdampak pada sungai dan selokan yang tersumbat sehingga air hujan yang jatuh ke bumi kesulitan untuk mencari aliran air. Dampaknya terjadi pada tergenangnya wilayah hingga ke permukiman penduduk.
Dia menceritakan mengenai musibah bencana yang terjadi pada masa Sayyidina Umar bin Khattab. Ketika itu telah terjadi bencana kekeringan, Umar pun mengajak umat Muslim untuk membangun ketakwaan.
“Mari tingkatkan ketakwaan dengan hal yang diketahui oleh khalayak maupun yang belum diketahui,” ujar Umar bin Khatab ketika itu. Setelah meningkatkan ibadah pada Allah SWT sambil memohon mengangkat musibah, selang satu tahun doa tersebut dijawab Allah SWT.
Allah SWT kemudian mengubah keadaan wilayah yang mengalami kekeringan dan kesulitan air mendapatkan berkah air yang berlimpah. Saat ini, bencana dan musibah yang terjadi tidak hanya diatasi dengan bantuan yang sifatnya fisik.
Bantuan sosial, baik sandang, pangan, maupun papan, memang dibutuhkan, tetapi sebagai umat Islam tidak boleh lupa untuk memanjatkan doa dan beristighfar memohon pertolongan dan ampunan Allah SWT.
Ustaz Syukur melanjutkan, lafaz Innalillahi wa inna Ilaihi rajiun jangan sekadar diucapkan sebatas lisan saja, tetapi juga harus dimaknai dengan perbuatan dan mental untuk kembali pada Allah SWT.
Musibah adalah satu bentuk kepastian yang terjadi di dunia dan bagi orang beriman, akan menjadi sebuah ujian yang mampu meningkatkan derajat mereka. Dengan menghadapi musibah, justru diharapkan akan semakin dekat dengan Allah SWT.
wallohu a'lam bish showab
sumber : republika.co.id
Bencana dan musibah merupakan sebuah keniscayaan dan selalu beriringan dengan langkah umat Muslim. Seseorang yang tertimpa musibah hendaknya tidak berkeluh kesah dan menyalahkan Allah SWT.
Tentu, kita sebagai manusia selalu memohon kebaikan dan keselamatan dalam hidup, termasuk di dalamnya dijauhkan dari musibah dan bencana.
Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Ustaz Ahmad Satori Ismail mengatakan dalam menghadapi musibah umat Islam harus bersikap sabar. “Hendaknya kita ucapkan lafaz, Innalillahi wa inna ilahi rajiun sambil memanjatkan doa,” ujar Ustaz Satori.
Karena, sesungguhnya apa-apa yang ada di dunia, termasuk diri kita, adalah milik Allah SWT. Cepat atau lambat akan kembali kepada-Nya. Sedangkan, doa yang dapat dipanjatkan, di antaranya Allahuma jurni fi musibati wa akhlif li khairun minha.
Doa yang diriwayatkan Muslim tersebut mengandung arti meminta pahala dari musibah yang terjadi dan berharap dapat pengganti yang lebih baik dari yang telah hilang saat terjadi musibah.
Dalam Alquran surah ar-Ruum ayat 41, Allah SWT menyebutkan kerusakan di muka bumi disebabkan tangan manusia. Karenanya untuk menghindari bencana, kata Ustaz Satori, manusia harus menghentikan perilaku merusak.
Secara maknawi amalan yang harus dilakukan adalah mengurangi maksiat. Hal itu berdampak pada kerusakan jiwa umat Islam.
Setiap dosa atau titik hitam yang dilakukan oleh manusia pasti mendapatkan balasannya. Balasan tersebut dapat terjadi di dunia maupun akhirat.
Maksiat yang terjadi awalnya karena kurang bersyukurnya umat dengan apa yang telah diberikan. “Mereka terkadang kurang puas dengan harta yang didapatkan sehingga menimbulkan korupsi,” ungkap Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu.
Di samping itu, pejabat sebagai ulil amri juga harus bertanggung jawab dalam terhadap kepemimpinannya. Penanganan bencana pun harus menjadi pelajaran agar tidak terperosok ke lubang dua kali.
Selain menghindari maksiat, amalan lain yaitu melakukan amalan jariyah yang tidak terputus pahalanya. Amal jariyah tidak hanya menyumbangkan uang, tetapi juga dengan memperhatikan lingkungan.
Mereka dapat membersihkan sungai dan selokan agar sungai tersebut dapat mengalir dengan lancar. Menjaga pepohonan dan menanam pohon untuk mempermudah penyerapan air hujan.
Membangun masjid dan jalan raya juga bagian dari amalan yang tidak terputus pahalanya. Selain itu, doa dan zikir pun senantiasa dipanjatkan untuk mendapatkan perlindungan Allah SWT di dunia dan akhirat.
Doa yang dipanjatkan meminta pada Allah SWT agar tidak diberikan musibah yang berat. Jangan sampai mendapatkan musibah untuk agamanya dan jangan sampai dijadikan orang yang terlalu cinta pada dunia.
“Ya Allah, tolaklah untuk kami bala berbagai musibah, wabah-wabah penyakit di negeri kami khususnya dan negara umat Muslim,” ujarnya.
Sedangkan, zikir yang paling hebat kekuatannya adalah mengucapkan istighfar. Umat Islam dapat mengamalkan istighfar pendek maupun yang panjang dan juga sayyidil istighfar.
Pimpinan Majelis Az Zikra Ustaz Muhammad Abdul Syukur mengatakan untuk menghindari bencana sebaiknya umat Islam melakukan tobat. Bukan hanya orang yang pernah terkena bencana atau musibah, melainkan juga seluruh umat Muslim.
“Tanpa kita sadari perilaku yang kita perbuat bisa saja menimbulkan bencana,” ujarnya. Ustaz Abdul Syukur menjelaskan ketika seseorang sengaja atau tidak membuang sampah sembarangan, hal itu berdampak pada sungai dan selokan yang tersumbat sehingga air hujan yang jatuh ke bumi kesulitan untuk mencari aliran air. Dampaknya terjadi pada tergenangnya wilayah hingga ke permukiman penduduk.
Dia menceritakan mengenai musibah bencana yang terjadi pada masa Sayyidina Umar bin Khattab. Ketika itu telah terjadi bencana kekeringan, Umar pun mengajak umat Muslim untuk membangun ketakwaan.
“Mari tingkatkan ketakwaan dengan hal yang diketahui oleh khalayak maupun yang belum diketahui,” ujar Umar bin Khatab ketika itu. Setelah meningkatkan ibadah pada Allah SWT sambil memohon mengangkat musibah, selang satu tahun doa tersebut dijawab Allah SWT.
Allah SWT kemudian mengubah keadaan wilayah yang mengalami kekeringan dan kesulitan air mendapatkan berkah air yang berlimpah. Saat ini, bencana dan musibah yang terjadi tidak hanya diatasi dengan bantuan yang sifatnya fisik.
Bantuan sosial, baik sandang, pangan, maupun papan, memang dibutuhkan, tetapi sebagai umat Islam tidak boleh lupa untuk memanjatkan doa dan beristighfar memohon pertolongan dan ampunan Allah SWT.
Ustaz Syukur melanjutkan, lafaz Innalillahi wa inna Ilaihi rajiun jangan sekadar diucapkan sebatas lisan saja, tetapi juga harus dimaknai dengan perbuatan dan mental untuk kembali pada Allah SWT.
Musibah adalah satu bentuk kepastian yang terjadi di dunia dan bagi orang beriman, akan menjadi sebuah ujian yang mampu meningkatkan derajat mereka. Dengan menghadapi musibah, justru diharapkan akan semakin dekat dengan Allah SWT.
wallohu a'lam bish showab
sumber : republika.co.id