Ada dua kaidah asasi (pokok) yang menjadi tonggak atas kehidupan
seorang muslim dan pemahamannya dalam kehidupan ini, dimana keduanya
harus dimiliki agar dapat mampu mengemban amanah yang mulia seperti yang
diperintahkan Allah SWT, yaitu: Iman dan Ukhuwah.
Iman kepada Allah, bertaqwa kepada-Nya, adanya perasaan dipantau oleh-Nya pada setiap detik kehidupan, dan ukhuwah karena Allah, adalah yang membuat suatu jamaah muslimah memiliki pondasi kehidupan yang kuat dan kokoh. Mampu menunaikan perannya yang besar dalam mensejahterakan kehidupan umat manusia, dan berperan dalam menganjurkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, serta menegakkan kehidupan atas dasar kebaikan dan membersihkannya dari segala kemungkaran.
Iman dan ukhuwah, dua pondasi utama yang menjadi kemestian hidup suatu jamaah muslimah sehingga mampu menunaikan perannya yang agung dan mulia. Jika salah satunya sirna maka tidak akan ada jamaah muslimah dan tidak akan mampu melaksanakan perannya di muka bumi ini.
Yang utama adalah keimanan dan taqwa… Taqwa yang mampu mencapai pada kesempurnaan penunaian hak-hak Allah yang Maha Agung. Taqwa yang terus berkesinambungan dan selalu awas, yang tidak pernah lalai dan futur dalam setiap waktu dari masa hidupnya hingga datang ajal menjemputnya.
Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa”. (QS. 3: 102).
Bertaqwalah kepada Allah; demikianlah perintahnya tanpa ada batasan, menuntut hati untuk bersungguh-sungguh mencapainya seperti yang digambarkan dalam diri dengan segala kemampuannya, setiap kali hati mengalami keteledoran maka akan terungkap aspek-aspek kelemahannya lalu setelah itu akan bertambah rasa rindu kepada Rabb-nya. Setiap kali merasakan kedekatan dan taqwa kepada Allah, bangkit rasa kerinduannya ke jenjang yang paling tinggi dan menuju peringkat yang dapat mencapai pada maqom (kedudukan) yang mampu membangkitkan hatinya yang tidak akan pernah istirahat (tidur).
Allah berfirman: “Dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan berserah diri”, sesungguhnya kematian merupakan kepastian, namun mati juga merupakan hal gaib yang tidak diketahui manusia kapan datangnya. Maka barangsiapa yang tidak ingin mati kecuali dalam keadaan Islam maka dia harus berada dalam setiap waktunya berada dalam keadaan berserah diri (Islam). Dan disebutkan nya kata “Islam” setelah “taqwa” berarti memiliki makna yang sangat luas, yaitu berserah diri, atau berserah diri kepada Allah, taat kepada-Nya, dan mengikuti manhajnya serta berhukum kepada kitabnya…
Setiap perkumpulan yang jauh dari iman, maka perkumpulan itu merupakan perkumpulan jahili…
Adapun yang kedua adalah ukhuwah; ukhuwah karena Allah, di atas manhaj Allah dan dalam merealisasikan manhaj Rabbani yang agung. “Dan berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah saat itu kalian saling bermusuhan maka disatukan antara hati kalian maka jadilah dengan Nikmat Allah saling bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. 3 : 103)
Gambaran di atas yang dilukiskan Al-Quran terhadap mereka yang bertemu dalam tali (agama) Allah dan menjadikannya sebagai manhaj, perjanjian dan agamanya, merupakan pertemuan yang bukan sekadar pertemuan untuk mencapai keuntungan yang nisbi atau mencapai tujuan tentunya, namun pertemuan yang berdasarkan pada ukhuwah islamiyah.
Persaudaraan yang terjaga dengan tali Allah merupakan kenikmatan yang diberikan Allah atas jamaah muslimah; yaitu nikmat yang diberikan bagi mereka yang dicintai dan dikehendaki Allah dari hamba-hamba-Nya. Hal ini mengingatkan kepada kita akan nikmat yang begitu besar, dan mengingatkan kita bagaimana kita sebelumnya dalam keadaan jahili saling bermusuh-musuhan.
Tidak ada seorang pun yang tidak memiliki permusuhan antara kaum Aus dan Khazraj di kota Madinah sebelum Islam. Namun setelah masuk Islam, Allah menyatukan hati di antara mereka. Tidak ada solusi sedikit pun kecuali Islam yang dapat menyatukan hati yang beragam bentuknya, tidak ada yang terjadi kecuali karena tali Allah yang dapat menyatukan mereka menjadi saudara, dan tidak mungkin hati-hati itu akan bersatu kecuali karena ukhuwah fillah.
Karena itulah marilah sama-sama kita satukan hati karena Allah, karena keimanan tanpa ukhuwah akan hampa sedangkan ukhuwah tanpa iman akan sirna. []
Iman kepada Allah, bertaqwa kepada-Nya, adanya perasaan dipantau oleh-Nya pada setiap detik kehidupan, dan ukhuwah karena Allah, adalah yang membuat suatu jamaah muslimah memiliki pondasi kehidupan yang kuat dan kokoh. Mampu menunaikan perannya yang besar dalam mensejahterakan kehidupan umat manusia, dan berperan dalam menganjurkan kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, serta menegakkan kehidupan atas dasar kebaikan dan membersihkannya dari segala kemungkaran.
Iman dan ukhuwah, dua pondasi utama yang menjadi kemestian hidup suatu jamaah muslimah sehingga mampu menunaikan perannya yang agung dan mulia. Jika salah satunya sirna maka tidak akan ada jamaah muslimah dan tidak akan mampu melaksanakan perannya di muka bumi ini.
Yang utama adalah keimanan dan taqwa… Taqwa yang mampu mencapai pada kesempurnaan penunaian hak-hak Allah yang Maha Agung. Taqwa yang terus berkesinambungan dan selalu awas, yang tidak pernah lalai dan futur dalam setiap waktu dari masa hidupnya hingga datang ajal menjemputnya.
Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa”. (QS. 3: 102).
Bertaqwalah kepada Allah; demikianlah perintahnya tanpa ada batasan, menuntut hati untuk bersungguh-sungguh mencapainya seperti yang digambarkan dalam diri dengan segala kemampuannya, setiap kali hati mengalami keteledoran maka akan terungkap aspek-aspek kelemahannya lalu setelah itu akan bertambah rasa rindu kepada Rabb-nya. Setiap kali merasakan kedekatan dan taqwa kepada Allah, bangkit rasa kerinduannya ke jenjang yang paling tinggi dan menuju peringkat yang dapat mencapai pada maqom (kedudukan) yang mampu membangkitkan hatinya yang tidak akan pernah istirahat (tidur).
Allah berfirman: “Dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan berserah diri”, sesungguhnya kematian merupakan kepastian, namun mati juga merupakan hal gaib yang tidak diketahui manusia kapan datangnya. Maka barangsiapa yang tidak ingin mati kecuali dalam keadaan Islam maka dia harus berada dalam setiap waktunya berada dalam keadaan berserah diri (Islam). Dan disebutkan nya kata “Islam” setelah “taqwa” berarti memiliki makna yang sangat luas, yaitu berserah diri, atau berserah diri kepada Allah, taat kepada-Nya, dan mengikuti manhajnya serta berhukum kepada kitabnya…
Setiap perkumpulan yang jauh dari iman, maka perkumpulan itu merupakan perkumpulan jahili…
Adapun yang kedua adalah ukhuwah; ukhuwah karena Allah, di atas manhaj Allah dan dalam merealisasikan manhaj Rabbani yang agung. “Dan berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah saat itu kalian saling bermusuhan maka disatukan antara hati kalian maka jadilah dengan Nikmat Allah saling bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. 3 : 103)
Gambaran di atas yang dilukiskan Al-Quran terhadap mereka yang bertemu dalam tali (agama) Allah dan menjadikannya sebagai manhaj, perjanjian dan agamanya, merupakan pertemuan yang bukan sekadar pertemuan untuk mencapai keuntungan yang nisbi atau mencapai tujuan tentunya, namun pertemuan yang berdasarkan pada ukhuwah islamiyah.
Persaudaraan yang terjaga dengan tali Allah merupakan kenikmatan yang diberikan Allah atas jamaah muslimah; yaitu nikmat yang diberikan bagi mereka yang dicintai dan dikehendaki Allah dari hamba-hamba-Nya. Hal ini mengingatkan kepada kita akan nikmat yang begitu besar, dan mengingatkan kita bagaimana kita sebelumnya dalam keadaan jahili saling bermusuh-musuhan.
Tidak ada seorang pun yang tidak memiliki permusuhan antara kaum Aus dan Khazraj di kota Madinah sebelum Islam. Namun setelah masuk Islam, Allah menyatukan hati di antara mereka. Tidak ada solusi sedikit pun kecuali Islam yang dapat menyatukan hati yang beragam bentuknya, tidak ada yang terjadi kecuali karena tali Allah yang dapat menyatukan mereka menjadi saudara, dan tidak mungkin hati-hati itu akan bersatu kecuali karena ukhuwah fillah.
Karena itulah marilah sama-sama kita satukan hati karena Allah, karena keimanan tanpa ukhuwah akan hampa sedangkan ukhuwah tanpa iman akan sirna. []