Saudariku,
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar
Takbir kemenangan telah berkumandang di seluruh penjuru
dunia. Takbir kemenangan? Ya..itulah takbir kemenangan bagi mereka yang
telah berhasil berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Fajar di pagi 1 Syawal
ini menandakan babak baru dalam kehidupan setiap mukmin. Bagaimana tidak, kita telah mendapat pendidikan, pembinaan, pelatihan selama sebulan penuh.
Semoga memang selepas Ramadhan, segala kebiasaan baik yang dilakukan tetap
bisa diistiqomahkan.
Saudariku,
Mari kita tengok yaumiah kita beberapa hari belakangan selepas Ramadhan, bagaimana
tilawah Al Qur’an kita? Bagaimana qiyamul lail kita? Apakah kita sholat shubuh
berjamaah di masjid? Sudahkah kita baca dzikir Ma’tsurat (minimal) tiap pagi ? Sholat
dhuha? Sudah membayar hutang puasa? Shoum syawal? Bagaimana? Jikalau semuanya
lebih baik dibandingakan di bulan Ramadhan atau setidaknya sama, maka
bersyukurlah. Allah telah menggerakkan hati, mata, tangan dan kaki kita untuk
menjaga ibadah yaumiah tersebut. Tidak mudah memang, apalagi jika niat tidak ada, tidak tumbuh azzam dan tidak ada usaha. Sekali lagi bersyukurlah… Ya muqollibal
quluub, tsabbit quluubana ‘ala diinik, ‘ala thoo’atik.
Saudariku,
Takbir tanda kemenangan itu juga berarti genderang perang
telah ditabuh. Waspadalah terhadap bisikan-bisikan syaitan yang berseliweran.
Baru saja berlalu beberapa hari dari bulan Ramadhan yang mulia dimana kita
ingin setiap detiknya bisa memperkuat iman kita pada-Nya, ingin selalu beribadah, namun apakah ada yang
berubah dari kebiasaan kita sekarang? Khususnya saat berupaya menghidupkan ibadah-ibadah
sunnah. Anggaplah ibadah wajib kita tetap lancar, tanpa penghalang. Bukan tidak
mungkin si dia ini membisikkan di hati kita, “santai sajalah dalam
beribadah…bukankah kemarin sebulan penuh sudah banyak amalan yang dikerjakan. Sekarang saatnya menikmati kemenangan.
Hura-hura, santai-santai”. Jangaaan ! Jangan sampai kita terhasut bujuk
rayunya karena sejatinya ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan adalah
pelatihan, pendidikan, dan pembiasaan. Sehingga selepas ramadhan
dimaksudkan ibadah-ibadah tersebut semakin ringan untuk dikerjakan. Lagi pula bukankah kita hamba Allah, dan bukan hamba Ramadhan? Artinya, kapanpun ibadah kita tetap harus diistiqomahkan.
Saudariku,
Apakah kita termasuk mereka yang tergoda bujuk rayu syaitan?
Naudzubillahi min dzalik. Semoga tidak. Kalaupun ada perubahan yang drastis
(perubahan kea rah yang tidak baik), bisa jadi itu tanda ketidaksuksesan ramadhan
kita atau kurang kuatnya semangat istiqamah di dalam diri kita. Mari kita
introspeksi diri…
Saudariku,
Dalam
sebuah hadits disebutkan : “Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi ia tidak
mendapatkan apa-apa dari puasanya itu, kecuali rasa lapar dan haus.” [Hadits
Shahih, Ahmad: II/441 dan 373]
Jika
demikian, menjadi penting bagi kita untuk mengetahui apakah kita termasuk
orang-orang yang sukses mendapat rahmat dan maghfirah Allah, juga keberkahan di bulan Ramadhan.
Setidaknya ada beberapa tolak ukur kesuksesan Ramadhan kita, di antaranya :
(1)
Menjadi Orang yang Ikhlas
Puasa
Ramadhan menggembleng kita dalam mengikhlaskan niat, dimana puasa Ramadhan
hanya dilakukan untuk Allah semata, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ: الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إلَى
سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ, قَالَ اللهُ تَعَلَى: إلاَّ الصِّيَامُ فَإنَّهُ لِيْ
وَأنَا أَجْزِيْ بِـهِ, يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ
“Setiap
amal anak Adam akan dibalas berlipat ganda. Satu kebaikan akan dibalas 10 kali
lipat sampai 700 kali lipat. Allah berfirman: ‘Kecuali puasa. Puasa ini untuk
diri-Ku dan Aku akan membalasnya (dengan pahala tanpa batas). Dia meninggalkan
syahwat dan makanannya demi diri-Ku….” [Shahih Muslim: 1151]
Inilah
esensi ajaran tauhid. Jika ibadah Anda setelah Ramadhan tidak lagi bergantung
pada tendensi selain-Nya, seperti riya’ dan sum’ah yang tergolong syirik kecil
(lebih-lebih syirik besar), maka ini boleh jadi—In syaa Allah—pertanda yang baik
diterimanya amal Ramadhan Anda.
(2)
Semakin Ringan dan Nikmat Dalam Melakukan Amal Ketaatan
Puasa
Ramadhan juga menempa seseorang untuk meningkatkan kadar keikhlasan ibadahnya.
Karena di dalam puasa, hamba tidak dituntut sekedar menahan makan, minum dan
syahwat semata, tapi juga lisan dan hatinya dari ketidaksabaran atau dari amal
yang tidak bermanfaat.
وَإذَا
كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ فَإنْ سَبَّهُ أحَدٌ
أوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ: إنِّى امْرُؤٌ صَائِمٌ
“…Jika
pada suatu hari salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah melakukan
rafats (seperti berbicara porno atau keji) dan tidak juga membuat kegaduhan.
Jika ada orang yang hendak mencaci atau menyerangnya, hendaklah ia (bersabar
dan) berkata: ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa…” [Shahih Bukhari:IV/88]
Dan
ini sudah barang tentu membutuhkan tingkat keikhlasan yang lebih. Karena dengan
keikhlasan seadanya, sangat sulit untuk mampu menghindar dari larangan-larangan
semisal dalam hadits di atas.
Ketika
semakin tinggi keikhlasan seorang hamba, semakin besar pula keridhaannya
terhadap Allah. Semakin besar keridhaan hamba kepada Allah, semakin ringan
baginya dalam melaksanakan ketaatan pada-Nya. Jika Anda merasakan hal tersebut
di luar Ramadhan, maka berbahagialah. Anda yang tadinya merasa terbelenggu
ketika hendak melangkah untuk beramal, Anda yang kemarin selalu tidur berselimut
futur (malas, jenuh dalam beramal), tiba-tiba menjadi orang yang bangkit
beramal shalih setelah Ramadhan, maka tersenyumlah dan ucapkan Tahmid
(Alhamdulillah), karena Anda telah meraih fadhilah Ramadhan.
Setelah
merasa ringan dalam melakukan amal ketaatan (terutama ibadah yang wajib), dan
Anda telah istiqomah dalam beribadah kepada-Nya, maka pada tahap berikutnya
Anda akan merasakan kenikmatan dalam beribadah. Jiwa dan raga Anda merasa butuh
untuk beribadah. Hati akan terasa hampa dan merugi ketika luput dari satu
bentuk ibadah, sekalipun tanpa disengaja.
(3)
Semakin Jauh dari Maksiat
Ini
karena puasa adalah tameng yang membentengi hamba dari perbuatan maksiat.
Sebagaimana hadits Rasulullah r:
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ السْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةُ فَالْيَتَزَوَّجْ
فَإنَّهُ أغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأحْسَنُ لِلْفَرْجِ فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai
sekalian anak muda, barangsiapa di antara kalian telah mampu, maka hendaklah ia
menikah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih tangguh
memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa karena
puasa bisa menjadi perisai baginya (dari kemaksiatan).” [Shahih Bukhari: IV/106
dan Shahih Muslim: 1400 dari sahabat Ibnu Mas’ud]
Maka
jika keadaan Anda lebih jauh dari maksiat jika dibandingkan dengan kondisi Anda
sebelum Ramadhan, maka ber-husnuzzon-lah kepada Allah, bahwa Anda telah meraih
fadhilah Ramadhan.
(4)
Cinta pada Al-Qur-an
Orang-orang
yang sukses di bulan Ramadhan akan bertambah rajin membaca al-Qur-an di luar
Ramadhan jika dibandingkan dengan waktu sebelum Ramadhan. Karena bulan ini
adalah “Bulannya al-Qur-an”, tiada hari tanpa membaca al-Qur-an. Sehingga
kebiasaan mulia ber-wirid dengan tilawah al-Qur-an tentunya akan tetap
berlanjut setelah Ramadhan.
(5)
Menjadi Dermawan
Hikmah
puasa memberikan kita kesempatan untuk merasakan penderitaan kaum dhuafa’ dan
fakir miskin. Dari sini diharapkan tumbuh kesadaran sosial yang tinggi dengan
menyantuni mereka, menyayangi serta meringankan beban mereka. Kewajiban zakat
fithrah di akhir Ramadhan juga mengajarkan hal ini. Selepas Ramadhan,
orang-orang yang sukses akan lebih dermawan.
(6)
Loyalitas (Wala’) Sesama Muslim Semakin Kokoh
Ramadhan
mengajarkan kita untuk berbagi antar sesama. Renungkanlah bagaimana Allah
menjanjikan pahala yang besar kepada mereka yang menyediakan ifthar (buka
puasa) bagi saudaranya:
مَنْ
فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ
أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa
memberi makan kepada orang yang berbuka puasa, maka baginya pahala orang yang
berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit
pun.” [Ahmad: IV/114-116, shahih menurut at-Tirmidzi: 804]
Belum lagi selama Ramadhan, banyak kegiatan yang bersama-sama, seperti sholat tarawih berjama'ah, buka puasa bersama, pengajian bersama, dan juga pesantren Ramadhan. Ramadhan
benar-benar menjadi momentum bagi kita untuk merekonstruksi makna al-Wala’ yang
sempat runtuh dan terkubur. Dengan demikian, rasa cinta dan persaudaraan Islam
pun akan bersemi. Orang-orang yang sukses menjalani Ramadhan, senantiasa
menjaga bangunan al-Wala’ tetap kokoh menjulang, baik di luar Ramadhan
sekalipun. Selepas ramadhan ini pun, rasanya kita langsung di-test. Di awal bulan Syawal ini, kita mendengar kabar duka dari saudara-daudara kita di Mesir, juga Syiria. Sudahkah kita melakukan sesuatu untuk mereka? Setidaknya kita mendoakan mereka semuanya. Sudahkah?
(7)
Do’a yang Terkabul
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إنَّ
لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةً مَا تُرَدُّ
“Sesungguhnya
bagi orang yang berpuasa, punya satu kesempatan do’a yang tidak akan ditolak
pada saat ia berbuka.” [Hadits Shahih, Ibnu Majah: I/557]
Jika
do’a yang Anda panjatkan saat Ramadhan menjadi kenyataan, maka ucapkanlah
kalimat syukur, kemudian Anda boleh berharap dengan yakin, bahwa Anda telah
meraih fadhilah Ramadhan.
(8)
Semakin Mendalami Ilmu Agama
Boleh
dibilang ini adalah indikasi terbesar bagi seorang hamba yang telah meraih
sukses di bulan Ramadhan. Karena buah dari sukses Ramadhan adalah
dilimpahkannya berbagai kebaikan kepada hamba. Dan Allah jika menghendaki
kebaikan bagi hamba-Nya yang terpilih, Dia terlebih dahulu akan mempersiapkan
hamba-Nya tersebut untuk memahami ilmu agama, sebagaimana sabda Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ
يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ
“Barangsiapa
dikehendaki baginya kebaikan oleh Allah, Maka Dia akan memberikan pemahaman
agama kepadanya.” [Shahih Bukhari: 71 dan Shahih Muslim: 1037]
Mafhum
mukholafah dari hadits ini adalah; bahwa orang yang tidak diberikan pemahaman
dalam agamanya (berarti) tidak dikehendaki kebaikan oleh Allah [al-‘Ilmu
Fadhluhu wa Syarafuhu hal. 49]. Dan yang demikian ini mustahil bagi mereka yang
benar-benar sukses di bulan Ramadhan di mata Allah. Orang-orang yang sukses
menjalani Ramadhan pasti akan mendapat limpahan kebaikan dari Allah, dan
indikasinya akan terlihat jelas setelah Ramadhan, dari usahanya yang lebih
serius dalam menuntut dan memahami ilmu agama.
Imam
Nawawi (wafat th. 676 H) mengatakan: “Di dalam hadits ini terdapat keutamaan
ilmu, mendalami agama, dan dorongan kepadanya. Sebabnya adalah karena ilmu akan
menuntunnya kepada ketakwaan kepada Allah Ta’ala.” [Syarh Shahih Muslim:
VII/128]
Jika
kita renungkan ucapan Imam Nawawi: “…ilmu akan menuntunnya kepada ketakwaan
kepada Allah Ta’ala”, maka akan nampak jelas korelasi antara mendalami ilmu
agama dengan tujuan utama puasa Ramadhan yang disebutkan dalam ayat:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى
الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” [QS. al-Baqarah: 183]
Kesimpulannya, jika kita sukses menjalani Ramadhan, maka kita pasti akan menjadi orang yang bertakwa, sementara ilmu adalah kendaraan yang akan mengantarkan kita kepada takwa (sebagaimana ucapan Imam Nawawi di atas). Dengan kata lain bahwa: orang-orang yang sukses menjalani Ramadhan akan dipersiapkan oleh Allah untuk mendalami ilmu agama, demi meraih apa yang telah Ia janjikan sebagai buah dari berpuasa yaitu takwa.
Saudariku,
Jika masalahnya ada pada keistiqomahan kita, patutlah kita
renungkan kembali ayat-ayat-Nya dan apa yang disampaikan oleh Rasulullah.
Dari Abu Amr (ada yang mengatakan Abu Amrah) Sufyan bin
Abdillah Ats Tsaqafy ra berkata, aku berkata, “Wahai Rasulullah, katakanlah
kepadaku suatu perkataan tentang islam yang tidak akan kutanyakan kepada
seorang pun, selain engkau. Beliau bersabda, “Katakanlah Aku beriman kepada
Allah, lalu istiqomahlah.” (HR Muslim)
Memang pesan rasulullah ini bukanlah suatu hal yang mudah
untuk dikerjakan, tetapi itu bukan alasan untuk tidak mengupayakannya secara
optimal. Mengapa? Lihatlah bagaimana janji Allah bagi orang-orang yang
istiqomah…janji terindah-Nya yakni jannah.
Dalam Al Qur’an Surat Fushilat ayat 30 Allah berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang yang berkata: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka
tetap teguh pada pendiriannya, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka
(dengan berkata): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih
hati, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan
kepadamu.”
Robbana tsabbit quluubana 'ala diinik...
Robbana tsabbit quluubana 'ala diinik...
Leuven, 9 Syawal 1434 H
No comments:
Post a Comment