Saturday, June 8, 2013

Akidah dalam kehidupan

Perlu dipahami bahwa dakwah Rasulullah Saw. selama di Mekkah ditujukan untuk menguatkan akidah. Ini menghasilkan kualitas keimanan yang sempurna yang ditunjukan oleh Rasulullah dan para sahabat. Pada saat itu, belum diturunkan aturan hukum-hukum lain yang mengatur kehidupan pribadi dan bermasyarakat, seperti mu'amalah, puasa dan sebagainya. Bahkan salat pun diturunkan Allah Swt.kepada Rasul Saw. menjelang hijrah ke Madinah. Disini disadari bahwa peranan aqidah sangat penting dalam pembinaan manusia dan masyarakat. Benar bahwa Rasul Saw. diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, tetapi akhlak yang sempurna ini tidak akan dapat terwujud tanpa disandarkan pada landasan aqidah yang mantap. Bila aqidah sudah dapat diwujudkan dalam amal, maka dengan otomatis akhlak manusia pun akan dapat mengikutinya.
Salah satu hal yang harus diketahui dalam mengkaji aqidah adalah melakukan reinterpretasi terhadap makna syahadah. Syahadah sendiri merupakan  salah satu bagian dari rukun iman, bahkan merupakan rukun iman yang pertama. Syahadah menempati  kedudukan utama sebagai awal keislaman dan keimanan seseorang. Mengucapkan kalimat tersebut menjadikan seseorang sebagai Muslim dan mempunyai kewajiban-kewajiban yang sama dengan Muslim lainnya. Syahadah merupakan pembatas (border) antara domain (wilayah) jahiliyah dengan domain Islam. Bila seseorang tidak menganut Islam walaupun ia berpendidikan atau mempunyai kedudukan tinggi, tetap saja orang tersebut tergolong dalam domain jahiliyah. Sementara itu, bila seseorang telah berislam/ ber-syahadah walaupun dia seorang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tidak berkuasa dan tidak berkedudukan, tetap saja dia mempunyai nilai yang terhormat di sisi Allah Swt. Pada konteks ini Rasulullah Saw. bersabda, " Siapa saja yang dalam hidupnya pernah mengucapkan syahadah maka dia akan dimasukkan dalam surga".
Syahadah terdiri dari dua kategori, yaitu; syahadah tauhid dan syahadah Rasul. Syahadah tauhid mengesakan Allah Swt. sebagai satu-satunya Tuhan dan tidak ada tuhan lain yang menyamai-Nya. Sementara syahadah Rasul berarti mengimani Muhammad sebagai utusan Allah. Sedikitnya ada tiga makna yang harus dipahami dalam syahadah yaitu:
1. Tasdiiqun  bil qolbi
Yaitu syahadah yang harus dibenarkan dalam hati. Bila unsur ini tidak dimiliki maka keraguan Islam akan muncul. Unsur ini merupakan nilai terpenting dalam keimanan seseorang. Ada seorang sahabat Rasulullah yang bernama Amer bin Yassar. Ia  dikisahkan memiliki keteguhan iman luar biasa sehingga harus disiksa oleh kaum kafir Quraisy kemudian secara tidak sadar mengungkapkan kata-kata kekufuran karena kerasnya siksaan yang datang kepadanya. Akhirnya hal itu diketahui oleh Rasullullah. Beliau membolehkannya selama hatinya tidak membenarkannya. Ini membuktikan keimanan itu harus ada di dalam qalbu seorang Muslim.
2. Iqroorun bil lisan
Yaitu syahadah yang harus diucapkan atau diumumkan melalui lisan/ ucapan. Syahadah ini menuntut pembuktian secara nyata tentang keislaman kita kepada orang lain. Makanya bagi orang yang masuk Islam, langkah pertama yang harus dilakukan  adalah dengan mengucapkan syahadah ini. Setelah itu ia berhak menyandang gelar Muslim dan mempunyai kewajiban yang sama dengan Muslim lainnya. Dengan syahadah ini, akan nampak perbedaan antara seorang Muslim dengan non Muslim.
3.  Amalun bil arkan
Syahadah ini mengharuskan setiap Muslim mengaplikasikan syahadahnya dengan amal ibadah secara nyata. Syahadah bukan sekadar diucapkan dan dibenarkan oleh hati tapi sampai tingkat pelaksanaan hukum-hukum Allah baik berupa larangan maupun perintah-Nya. Oleh sebab itu, bukan seorang Muslim yang benar jika ia hanya sekadar bersyahadah saja, namun ia tidak beribadah sesuai perintah Allah Swt. Pada tingkatan inilah seseorang dinilai sebagai Muslim sejati atau tidak.
Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana akidah memberi pengaruh dalam kehidupan seorang Muslim? Berikut ini penulis uraikan bagaimana akidah menjadi bingkai sekaligus kendali dalam setiap perilaku kaum Muslim.
Pertama, berpandangan luas. Menurut al-Maududi, orang yang memiliki aqidah benar tidak mungkin mempunyai pandangan yang sempit karena dia percaya kepada Yang Menciptakan langit dan bumi, Pemilik alam semesta, Pemilik barat dan timur, Pemberi rezeki dan Pendidik makhluk.  Dia tidak akan menemui sesuatu yang ganjil dalam alam ini karena segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah milik Allah Swt.  Tidak ada sesuatu pun dalam alam ini yang dapat menghalangi dan membatasi rasa cintanya dan kecenderungannya untuk memberi pertolongan kepada sesama manusia. Bagaimanapun pandangan seperti ini tidak mungkin ada pada orang yang menganut politeisme. Paham ini meyakini bahwa Allah Swt. mempunyai sifat serba kekurangan dan terbatas seperti manusia.
Kedua, melahirkan rasa bangga dan harga diri. Orang yang memiliki aqidah benar akan merasa bangga sebagai manusia dan mempunyai harga diri.  Dia mengetahui Allah adalah Pemilik sebenarnya dari segala kekuatan yang ada dalam alam ini, tidak ada yang memberi manfaat dan mudarat kecuali Allah, tidak ada yang menghidup dan mematikan kecuali Allah serta tidak ada yang memiliki hukum, kekuasaan dan kedaulatan kecuali Allah. Oleh karena itu, keimanannya kepada Allah menyebabkan dia tidak berhajat kepada yang lain kecuali kepada Allah. Tercabut dari dalam hatinya rasa takut kepada yang lain kecuali kepada Allah. Dia tidak menundukkan kepalanya di hadapan makhluk, tidak merendahkan diri dan mengemis kepada manusia dan tidak gentar dengan kesombongan dan kebesaran manusia.
Ketiga, rendah hati kepada sesama manusia. Orang yang akidahnya benar tidak mungkin menjadi angkuh, tidak mensyukuri nikmat dan tidak terpedaya dengan kekuatan dan kemahiran yang dimilikinya. Karena dia tahu dan yakin semua itu adalah karunia Allah kepadanya.  Malah dia sadar Allah berkuasa mengambilnya kembali apabila Dia menghendaki. Manusia yang akidahnya tidak benar akan mengingkari nikmat, menyombongkan diri dan mengangkat kepala apabila memperolehi nikmat. Ia menganggap nikmat itu hasil usaha dan kecakapannya. 
Keempat, jiwa yang bersih dan beramal saleh. Orang yang berakidah secara benar yakin bahwa tidak ada jalan untuk mencapai keselamatan dan keuntungan kecuali dengan jiwa yang bersih dan beramal saleh.  Kesadaran itu timbul karena dia beriman kepada Allah yang Maha Kaya dan Maha Adil, bergantung harap segala sesuatu kepada-Nya. Sebaliknya orang yang musyrik dan kafir menghabiskan masa hidup mereka untuk angan-angan palsu.  Di antara mereka ada yang berkata: "Sesungguhnya anak Allah telah menjadi penebusan dosa-dosa kita kepada Bapanya." Ada juga yang berkata: "Kami adalah putera Allah dan kekasihnya, maka Ia tidak akan menyiksa kami karena dosa kami." Ada juga yang berkata: "Kami akan meminta syafaat pada sisi Allah kepada pembesar kami dan orang yang bertaqwa di kalangan kami." Ada juga di kalangan mereka yang mempersembahkan nazar dan korban kepada tuhan mereka dan menganggap dengan cara demikian mereka telah mendapat izin untuk berbuat sekehendak hati mereka.
Kelima, tidak berputus asa dan hilang harapan. Orang yang akidahnya benar tidak mudah dihinggapi rasa putus asa dan hilang harapan dalam setiap keadaan. lman memberikan ketenteraman yang luar biasa pada hatinya. lman mengisi hatinya dengan ketenangan dan harapan meskipun dia dihina di dunia dan diusir dari semua pintu kehidupan sehingga kelihatan jalan hidupnya sempit dan seluruh saluran materi terputus darinya.  Dia yakin Allah tidak pernah terlena dan tidak membiarkan hidupnya terlantar.  Oleh karena itu, ia senantiasa mencurahkan tenaganya dengan bertawakkal kepada Allah dan meminta pertolongan daripada-Nya dalam semua urusan. Ketenteraman hati dan ketenangan iiwa seperti ini tidak mungkin dimiliki kecuali dengan aqidah.  Orang kafir, musyrik dan mulhid (atheis) mempunyai hati yang lemah.  Mereka bersandar kepada kekuatan yang terbatas.  Maka alangkah cepatnya mereka dihinggapi rasa putus asa ketika menghadapi kesukaran.  Kadangkala menyebabkan mereka membunuh diri mereka sendiri.
Keenam, memiliki hati dan pendirian yang teguh. Akidah yang benar mendidik manusia dengan kekuatan yang besar, bulat, tekad, berani, sabar, tabah dan tawakkal ketika menghadapi perkara besar di dunia demi mengharapkan keridhaan Allah.  Dia yakin kekuatan Allah yang memiliki langit dan bumi menyokongnya dan membimbingnya dalam setiap aspek kehidupan.  Oleh karena itu, hatinya menjadi lebih teguh, dan tabah. Hampir tidak ada suatu musibah dalam dunia yang dapat melawan tekad yang telah dibuatnya. 
Ketujuh, berani dan tabah.  Akidah yang benar akan menjadikan manusia berani dan mengisi hatinya dengan ketabahan.  Ada dua perkara yang menjadikan seseorang manusia itu pengecut dan lemah semangat.  Pertama, cinta pada diri, harta dan keluarganya.  Kedua, percaya bahwa ada yang lain selain Allah yang dapat mematikan manusia dan dia tidak dapat menolak kematian itu dengan beragam tipu daya. Akidah yang benar dapat mencabut kedua persoalan itu dari hati manusia dan sekaligus membersihkannya. lman dapat mencabut yang pertama dengan menjadikan dia yakin bahwa Allah adalah satu-satunya Pemilik diri, harta dan keluarganya. lman menjadikan dia sedia  berkorban untuk jalan dan keridhaan Allah.  Dia rela berkorban dengan segala sesuatu yang ada padanya dengan sesuatu yang mahal maupun murah. lman juga dapat mencabut persoalan kedua dengan menanamkan ke dalam iiwa manusia bahwa tidak ada seorang manusia atau seekor binatang pun yang dapat merampas hidupnya.
Kedelapan, menjauhi perbuatan hina. Iman kepada Allah mengangkat derajat manusia dan menimbulkan dalam dirinya sifat menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat merendahkan martabatnya.  Dia juga merasa cukup dengan apa yang ada dan tidak memerlukan pemberian orang, menyucikan hatinya dari sifat tamak, rakus, dengki, rendah diri dan segala sifat buruk serta kecenderungan yang hina.  Tidak terlintas dalam hatinya memilih jalan yang keji untuk mencapai kejayaan karena dia yakin rezeki berada di tangan Allah.  Dia yakin Allah melimpahkan rezeki kepada orang yang dikehendaki-Nya dan menentukan kepada orang yang dikehendaki-Nya.  Tidak ada kemuliaan, kekuatan, kemasyhuran, kekuasaan, pengaruh dan kemenangan melainkan di tangan Allah.  Manusia wajib berusaha dengan cara yang mulia menurut kemampuannya.  Kejayaan atau kegagalan bergantung kepada Allah.  Tidak ada yang dapat menahan apa yang diberi-Nya dan tidak ada yang dapat memberi apa yang ditahan-Nya.
Sembilan,  terikat dan patuh pada peraturan Allah. Akidah yang benar akan menjadikan manusia terikat dan patuh pada undang-undang Allah.  Orang yang beriman yakin bahwa Allah mengetahui segala sesuatu.  Allah lebih dekat kepada diri mereka daripada urat leher mereka sendiri. Orang beriman yakin apabila mereka melakukan sesuatu perbuatan di dalam gelap ataupun terang, Allah tetap mengetahui.  Apabila terlintas dalam hatinya sesuatu yang tidak baik, Allah tetap mengetahui.  Walaupun dia dapat menyembunyikan perbuatannya daripada orang lain, dia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah.  Walaupun dia dapat melepaskan dirinya dari berbagai kekuatan, dia tidak dapat melepaskan dirinya dari Allah.  Semakin kukuh akidah ini melekat dalam jiwa seseorang, semakin tekun ia mengikuti hukum Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia bergegas menuju kebajikan dan mengerjakan apa yang diperintah oleh Allah dimanapun berada.  Di hadapan matanya senantiasa terbayang pengadilan tinggi dan tidak ada orang yang dapat melepaskan diri daripada pemeriksaan-Nya. 

Penutup
Akidah adalah sumber energi jiwa yang senantiasa memberikan kita kekuatan untuk bergerak menyemai kebaikan, kebenaran dan keindahan dalam zaman kehidupan. Atau bergerak mencegah kejahatan, kebatilan dan kerusakan dipermukaan bumi. Akidah adalah gelora yang memberi inspirasi kepada pikiran-pikiran kita untuk mempertajam bashirah (mata batin).  Akidah adalah cahaya yang menerangi dan melapangkan jiwa kita untuk "taqwa". Akidah adalah bekal yang menjalar di seluruh bagian tubuh kita untuk melahirkan "harakah". Akidah menentramkan perasaan, menguatkan tekad dan menggerakkan raga kita. Akidah mengubah individu menjadi baik, dan kebaikan individu menjalar dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat menjadi erat dan dekat.  Dengan akidah, yang kaya diantara mereka menjadi dermawan, yang miskin diantara mereka adalah "iffah" (menjaga kehormatan dan harga diri), yang berkuasa diantara mereka adalah adil, yang ulama diantara mereka adalah taqwa, yang kuat diantara mereka adalah penyayang, yang pintar diantara mereka adalah rendah hati, yang bodoh diantara mereka adalah pembelajar.


sumber : annaba center

No comments:

Post a Comment