Perlu dipahami bahwa dakwah Rasulullah
Saw. selama di Mekkah ditujukan untuk menguatkan akidah. Ini
menghasilkan kualitas keimanan yang sempurna yang ditunjukan oleh Rasulullah dan para sahabat. Pada saat itu, belum diturunkan aturan
hukum-hukum lain yang mengatur kehidupan pribadi dan bermasyarakat,
seperti mu'amalah, puasa dan sebagainya. Bahkan salat pun diturunkan Allah Swt.kepada Rasul Saw. menjelang hijrah
ke Madinah. Disini disadari bahwa peranan aqidah sangat penting dalam
pembinaan manusia dan masyarakat. Benar bahwa Rasul Saw. diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia, tetapi akhlak yang sempurna ini tidak
akan dapat terwujud tanpa disandarkan pada landasan aqidah yang mantap. Bila aqidah sudah dapat diwujudkan dalam amal, maka dengan otomatis akhlak manusia pun akan dapat mengikutinya.
Penutup
sumber : annaba center
Salah satu hal yang harus diketahui dalam mengkaji aqidah adalah melakukan reinterpretasi terhadap makna syahadah. Syahadah sendiri merupakan salah satu bagian dari rukun iman, bahkan merupakan rukun iman yang pertama. Syahadah
menempati kedudukan utama sebagai awal keislaman dan keimanan
seseorang. Mengucapkan kalimat tersebut menjadikan seseorang sebagai
Muslim dan mempunyai kewajiban-kewajiban yang sama dengan Muslim
lainnya. Syahadah merupakan pembatas (border) antara domain (wilayah) jahiliyah dengan domain
Islam. Bila seseorang tidak menganut Islam walaupun ia berpendidikan
atau mempunyai kedudukan tinggi, tetap saja orang tersebut tergolong
dalam domain jahiliyah. Sementara itu, bila seseorang telah berislam/ ber-syahadah
walaupun dia seorang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tidak
berkuasa dan tidak berkedudukan, tetap saja dia mempunyai nilai yang
terhormat di sisi Allah Swt. Pada konteks ini Rasulullah Saw. bersabda, " Siapa saja yang dalam hidupnya pernah mengucapkan syahadah maka dia akan dimasukkan dalam surga".
Syahadah terdiri dari dua kategori, yaitu; syahadah tauhid dan syahadah Rasul. Syahadah tauhid mengesakan Allah Swt. sebagai satu-satunya Tuhan dan tidak ada tuhan lain yang menyamai-Nya. Sementara syahadah Rasul berarti mengimani Muhammad sebagai utusan Allah. Sedikitnya ada tiga makna yang harus dipahami dalam syahadah yaitu:
1. Tasdiiqun bil qolbi
Yaitu syahadah yang harus
dibenarkan dalam hati. Bila unsur ini tidak dimiliki maka keraguan Islam
akan muncul. Unsur ini merupakan nilai terpenting dalam keimanan
seseorang. Ada seorang sahabat Rasulullah yang bernama Amer bin Yassar.
Ia dikisahkan memiliki keteguhan iman luar biasa sehingga harus disiksa
oleh kaum kafir Quraisy kemudian secara tidak sadar mengungkapkan
kata-kata kekufuran karena kerasnya siksaan yang datang kepadanya.
Akhirnya hal itu diketahui oleh Rasullullah. Beliau membolehkannya
selama hatinya tidak membenarkannya. Ini membuktikan keimanan itu harus
ada di dalam qalbu seorang Muslim.
2. Iqroorun bil lisan
Yaitu syahadah yang harus
diucapkan atau diumumkan melalui lisan/ ucapan. Syahadah ini menuntut
pembuktian secara nyata tentang keislaman kita kepada orang lain.
Makanya bagi orang yang masuk Islam, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah dengan mengucapkan syahadah ini. Setelah itu ia berhak
menyandang gelar Muslim dan mempunyai kewajiban yang sama dengan Muslim
lainnya. Dengan syahadah ini, akan nampak perbedaan antara seorang
Muslim dengan non Muslim.
3. Amalun bil arkan
Syahadah ini mengharuskan setiap Muslim
mengaplikasikan syahadahnya dengan amal ibadah secara nyata. Syahadah
bukan sekadar diucapkan dan dibenarkan oleh hati tapi sampai tingkat
pelaksanaan hukum-hukum Allah baik berupa larangan maupun perintah-Nya.
Oleh sebab itu, bukan seorang Muslim yang benar jika ia hanya sekadar
bersyahadah saja, namun ia tidak beribadah sesuai perintah Allah Swt.
Pada tingkatan inilah seseorang dinilai sebagai Muslim sejati atau
tidak.
Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana
akidah memberi pengaruh dalam kehidupan seorang Muslim? Berikut ini
penulis uraikan bagaimana akidah menjadi bingkai sekaligus kendali dalam
setiap perilaku kaum Muslim.
Pertama, berpandangan luas. Menurut al-Maududi, orang yang memiliki aqidah
benar tidak mungkin mempunyai pandangan yang sempit karena dia percaya
kepada Yang Menciptakan langit dan bumi, Pemilik alam semesta, Pemilik
barat dan timur, Pemberi rezeki dan Pendidik makhluk. Dia tidak akan
menemui sesuatu yang ganjil dalam alam ini karena segala sesuatu yang
ada di dalamnya adalah milik Allah Swt. Tidak ada sesuatu pun dalam
alam ini yang dapat menghalangi dan membatasi rasa cintanya dan
kecenderungannya untuk memberi pertolongan kepada sesama manusia.
Bagaimanapun pandangan seperti ini tidak mungkin ada pada orang yang
menganut politeisme. Paham ini meyakini bahwa Allah Swt. mempunyai sifat
serba kekurangan dan terbatas seperti manusia.
Kedua, melahirkan rasa bangga dan harga diri. Orang yang memiliki aqidah
benar akan merasa bangga sebagai manusia dan mempunyai harga diri. Dia
mengetahui Allah adalah Pemilik sebenarnya dari segala kekuatan yang
ada dalam alam ini, tidak ada yang memberi manfaat dan mudarat kecuali
Allah, tidak ada yang menghidup dan mematikan kecuali Allah serta tidak
ada yang memiliki hukum, kekuasaan dan kedaulatan kecuali Allah. Oleh
karena itu, keimanannya kepada Allah menyebabkan dia tidak berhajat
kepada yang lain kecuali kepada Allah. Tercabut dari dalam hatinya rasa
takut kepada yang lain kecuali kepada Allah. Dia tidak menundukkan
kepalanya di hadapan makhluk, tidak merendahkan diri dan mengemis kepada
manusia dan tidak gentar dengan kesombongan dan kebesaran manusia.
Ketiga, rendah
hati kepada sesama manusia. Orang yang akidahnya benar tidak mungkin
menjadi angkuh, tidak mensyukuri nikmat dan tidak terpedaya dengan
kekuatan dan kemahiran yang dimilikinya. Karena dia tahu dan yakin semua
itu adalah karunia Allah kepadanya. Malah dia sadar Allah berkuasa
mengambilnya kembali apabila Dia menghendaki. Manusia yang akidahnya
tidak benar akan mengingkari nikmat, menyombongkan diri dan mengangkat
kepala apabila memperolehi nikmat. Ia menganggap nikmat itu hasil usaha
dan kecakapannya.
Keempat, jiwa
yang bersih dan beramal saleh. Orang yang berakidah secara benar yakin
bahwa tidak ada jalan untuk mencapai keselamatan dan keuntungan kecuali
dengan jiwa yang bersih dan beramal saleh. Kesadaran itu timbul karena
dia beriman kepada Allah yang Maha Kaya dan Maha Adil, bergantung harap
segala sesuatu kepada-Nya. Sebaliknya orang yang musyrik dan kafir
menghabiskan masa hidup mereka untuk angan-angan palsu. Di antara
mereka ada yang berkata: "Sesungguhnya anak Allah telah menjadi penebusan dosa-dosa kita kepada Bapanya." Ada juga yang berkata: "Kami adalah putera Allah dan kekasihnya, maka Ia tidak akan menyiksa kami karena dosa kami." Ada juga yang berkata: "Kami akan meminta syafaat pada sisi Allah kepada pembesar kami dan orang yang bertaqwa di kalangan kami."
Ada juga di kalangan mereka yang mempersembahkan nazar dan korban
kepada tuhan mereka dan menganggap dengan cara demikian mereka telah
mendapat izin untuk berbuat sekehendak hati mereka.
Kelima, tidak
berputus asa dan hilang harapan. Orang yang akidahnya benar tidak mudah
dihinggapi rasa putus asa dan hilang harapan dalam setiap keadaan. lman
memberikan ketenteraman yang luar biasa pada hatinya. lman mengisi
hatinya dengan ketenangan dan harapan meskipun dia dihina di dunia dan
diusir dari semua pintu kehidupan sehingga kelihatan jalan hidupnya
sempit dan seluruh saluran materi terputus darinya. Dia yakin Allah
tidak pernah terlena dan tidak membiarkan hidupnya terlantar. Oleh
karena itu, ia senantiasa mencurahkan tenaganya dengan bertawakkal
kepada Allah dan meminta pertolongan daripada-Nya dalam semua urusan.
Ketenteraman hati dan ketenangan iiwa seperti ini tidak mungkin dimiliki
kecuali dengan aqidah. Orang kafir, musyrik dan mulhid (atheis)
mempunyai hati yang lemah. Mereka bersandar kepada kekuatan yang
terbatas. Maka alangkah cepatnya mereka dihinggapi rasa putus asa
ketika menghadapi kesukaran. Kadangkala menyebabkan mereka membunuh
diri mereka sendiri.
Keenam, memiliki
hati dan pendirian yang teguh. Akidah yang benar mendidik manusia
dengan kekuatan yang besar, bulat, tekad, berani, sabar, tabah dan
tawakkal ketika menghadapi perkara besar di dunia demi mengharapkan
keridhaan Allah. Dia yakin kekuatan Allah yang memiliki langit dan bumi
menyokongnya dan membimbingnya dalam setiap aspek kehidupan. Oleh
karena itu, hatinya menjadi lebih teguh, dan tabah. Hampir tidak ada
suatu musibah dalam dunia yang dapat melawan tekad yang telah
dibuatnya.
Ketujuh, berani dan tabah. Akidah
yang benar akan menjadikan manusia berani dan mengisi hatinya dengan
ketabahan. Ada dua perkara yang menjadikan seseorang manusia itu
pengecut dan lemah semangat. Pertama, cinta pada diri, harta dan keluarganya. Kedua,
percaya bahwa ada yang lain selain Allah yang dapat mematikan manusia
dan dia tidak dapat menolak kematian itu dengan beragam tipu daya.
Akidah yang benar dapat mencabut kedua persoalan itu dari hati manusia
dan sekaligus membersihkannya. lman dapat mencabut yang pertama
dengan menjadikan dia yakin bahwa Allah adalah satu-satunya Pemilik
diri, harta dan keluarganya. lman menjadikan dia sedia berkorban untuk
jalan dan keridhaan Allah. Dia rela berkorban dengan segala sesuatu
yang ada padanya dengan sesuatu yang mahal maupun murah. lman juga dapat
mencabut persoalan kedua dengan menanamkan ke dalam iiwa manusia bahwa tidak ada seorang manusia atau seekor binatang pun yang dapat merampas hidupnya.
Kedelapan, menjauhi
perbuatan hina. Iman kepada Allah mengangkat derajat manusia dan
menimbulkan dalam dirinya sifat menjauhkan diri dari perbuatan yang
dapat merendahkan martabatnya. Dia juga merasa cukup dengan apa yang
ada dan tidak memerlukan pemberian orang, menyucikan hatinya dari sifat
tamak, rakus, dengki, rendah diri dan segala sifat buruk serta
kecenderungan yang hina. Tidak terlintas dalam hatinya memilih jalan
yang keji untuk mencapai kejayaan karena dia yakin rezeki berada di
tangan Allah. Dia yakin Allah melimpahkan rezeki kepada orang yang
dikehendaki-Nya dan menentukan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Tidak
ada kemuliaan, kekuatan, kemasyhuran, kekuasaan, pengaruh dan
kemenangan melainkan di tangan Allah. Manusia wajib berusaha dengan
cara yang mulia menurut kemampuannya. Kejayaan atau kegagalan
bergantung kepada Allah. Tidak ada yang dapat menahan apa yang
diberi-Nya dan tidak ada yang dapat memberi apa yang ditahan-Nya.
Sembilan, terikat
dan patuh pada peraturan Allah. Akidah yang benar akan menjadikan
manusia terikat dan patuh pada undang-undang Allah. Orang yang beriman
yakin bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Allah lebih dekat kepada
diri mereka daripada urat leher mereka sendiri. Orang beriman yakin
apabila mereka melakukan sesuatu perbuatan di dalam gelap ataupun
terang, Allah tetap mengetahui. Apabila terlintas dalam hatinya sesuatu
yang tidak baik, Allah tetap mengetahui. Walaupun dia dapat
menyembunyikan perbuatannya daripada orang lain, dia tidak dapat
menyembunyikannya dari Allah. Walaupun dia dapat melepaskan dirinya
dari berbagai kekuatan, dia tidak dapat melepaskan dirinya dari Allah.
Semakin kukuh akidah ini melekat dalam jiwa seseorang, semakin tekun ia
mengikuti hukum Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia bergegas menuju
kebajikan dan mengerjakan apa yang diperintah oleh Allah dimanapun
berada. Di hadapan matanya senantiasa terbayang pengadilan tinggi dan
tidak ada orang yang dapat melepaskan diri daripada pemeriksaan-Nya.
Penutup
Akidah adalah sumber energi jiwa yang
senantiasa memberikan kita kekuatan untuk bergerak menyemai kebaikan,
kebenaran dan keindahan dalam zaman kehidupan. Atau bergerak mencegah
kejahatan, kebatilan dan kerusakan dipermukaan bumi. Akidah adalah
gelora yang memberi inspirasi kepada pikiran-pikiran kita untuk
mempertajam bashirah (mata batin). Akidah adalah cahaya yang menerangi dan melapangkan jiwa kita untuk "taqwa". Akidah adalah bekal yang menjalar di seluruh bagian tubuh kita untuk melahirkan "harakah".
Akidah menentramkan perasaan, menguatkan tekad dan menggerakkan raga
kita. Akidah mengubah individu menjadi baik, dan kebaikan individu
menjalar dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat menjadi erat dan
dekat. Dengan akidah, yang kaya diantara mereka menjadi dermawan, yang
miskin diantara mereka adalah "iffah" (menjaga kehormatan dan
harga diri), yang berkuasa diantara mereka adalah adil, yang ulama
diantara mereka adalah taqwa, yang kuat diantara mereka adalah
penyayang, yang pintar diantara mereka adalah rendah hati, yang bodoh
diantara mereka adalah pembelajar.
sumber : annaba center
No comments:
Post a Comment