Thursday, June 13, 2013

Makanan Halal dalam Pandangan Islam




sumber gambar : dari sini

Landasan / Dalil naqli 
Allah SWT. memerintahkan umat Islam untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib (baik). Hal ini banyak disebutkan Allah dalam kitab suci Al Qur'an.
“Hai sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah 168)
“(yaitu) orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS Al A`raf 157).
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS An Nahl 114)
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS Al Maidah 88)

Kaidah umum
Pada umumnya apa yang Allah ciptakan di muka bumi ini adalah halal. Sebagaimana tercantum dalam firman-Nya :
"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (QS Al A'raf 32)
"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir." (QS Al Jatsiyah 13)
Dari ayat-ayat tersebut yakinlah kita bahwa segala yang diciptakan Allah di bumi adalah halal, hingga kemudian ada dalil yang jelas yang mengharamkan.

Hadits-hadits tentang halal dan haramnya makanan

Rasulullah SAW. juga berpesan kepada kita tentang pentingnya memperhatikan halal dan haram makanan yang kita konsumsi demi menjaga kesucian jiwa dan keterkabulan do'a.
“Wahai umat manusia, sesungguhnya Allah adalah thayyib (baik), tidak akan menerima kecuali yang thayyib (baik dan halal); dan Allah memerintahkan kepada orang beriman segala apa yang Ia perintahkan kepada para rasul. Ia berfirman, ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' (QS Al Mu’minun 51), dan berfiman pula, ‘Hai orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS Al Baqarah 172)
Kemudian Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya acak-acakan, dan badannya berdebu. Sambil menengadahkan tangan ke langit ia berdoa, “Ya Tuhan, ya Tuhan….’ –Berdo'a dalam perjalanan, apalagi dengan kondisi seperti itu, pada umumnya dikabulkan oleh Allah– Sedangkan, makanan orang itu haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dengan yang haram. Nabi memberikan komentar, “Jika demikian halnya, bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya?” (HR Muslim dari Abu Hurairah)
“Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya ada hal-hal yang mutasyabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa hati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya.” (HR Muslim)

Bahkan Rasulullah SAW melarang kita mencari-cari alasan untuk mempersoalkan sesuatu yang Allah sengaja diamkan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa hal fardhu, maka jangan kamu abaikan; dan telah menggariskan beberapa batasan, maka jangan kamu langgar; dan telah mengharamkan beberapa hal, maka jangan kamu terjang; serta telah mendiamkan beberapa hal sebagai rahmat bagi kamu tanpa unsur kelupaan, maka jangan kamu permasalahkan.” (HR Daruquthni dan dishahihkan oleh Imam Nawawi)


Kaidah Fiqih 
Dalam konteks status hukum, mengkonsumsi suatu makanan, selama tidak ditemukan dalil yang akurat ataupun indikasi kuat yang dapat dikategorisasikan ke dalam salah satu jenis yang diharamkan Allah, maka seharusnya kita kembali kepada hukum asalnya, yakni halal atau mubah.
Dr. Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya Al-Halal wal Haram fil Islam menulis, hukum asal segala sesuatu adalah boleh (al-Ashlu fil asya’ al-ibahah). Menurut beliau, hukum asal segala sesuatu yang Allah ciptakan dan manfaatnya adalah halal dalan boleh, kecuali apa yang ditentukan hukum keharamannya secara pasti oleh nash-nash yang shahih dan sharih (accurate texts and clear statements). Maka, jika tidak ada nash seperti itu, hukumnya kembali kepada asalnya, yakni boleh (istishab hukmil ashl). Prinsip inilah yang dipakai Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam menentukan hukum segala sesuatu selain ibadah dan akidah (Qawa’id Nuraniyah Fiqhiyah, hal. 112-113).
Hal senada juga disebutkan dalam referensi yang lain, bila kita telusuri berbagai macam kitab fiqh dalam masalah makanan, niscaya akan kita temukan suatu kesimpulan bahwa hukum asal makanan adalah halal dan tidak dapat diharamkan, kecuali berdasarkan dalil khas yang spesifik (lihat Mausu’ah Fiqhiyah, Kuwait, vol. V hal. 123).
Kaidah hukum itu berdasarkan ayat-ayat yang jelas (sharih). Firman Allah, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS Al Baqarah 29). Demikian pula dalam surat Al Jatsiyah 13 dan Luqman 20. Inilah bentuk rahmat Allah kepada umat manusia dengan berlakunya syariat yang memperluas wilayah halal dan mempersempit wilayah haram, seperti ditegaskan oleh Nabi saw., “Apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, maka ia adalah halal (hukumnya) dan apa yang Dia haramkan, maka (hukumnya) haram. Sedang apa yang Dia diamkan, maka ia adalah suatu yang dimaafkan. Maka terimalah pemaafan-Nya, karena Allah tidak mungkin melupakan sesuatu.” (Hakim dan Bazzar)


Berikut ini akan di paparkan secara terperinci mengenai pengklasifikasian makanan:
a) Makanan yang diperbolehkan
Pada dasarnya segala sesuatu adalah diperbolekan (halal) kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Alqur’an menggunakan  istilah “Halal” untuk makanan yang disahkan menurut hukum (lawful) dengan dua makna (artian), pertama Makanan yang di peroleh harus halal, kedua makanan harus sesuai dengan hukum-hukum syari’at Islam.
Berikut ini akan dijelaskan dalil mengenai makanan yang diperbolehkan tersebut, antara lain :
a) Al Baqarah 168
Artinya:“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.
b) Al Maidah 88
Artinya :”Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya”.
c) Al Maidah 96
Artinya :”Dihalalkan bagimu binatang buruan lautdan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.
Berdasarkan Firman Allah dan Hadist Nabi SAW, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah :
Þ Semua makanan yang baik, tidak kotor dan menjijikan
Þ Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan rosul-Nya
Þ Semua makanan yang tidak mengandung mudharat, tidak membahayakan kesehatan jasmani, dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.
Þ Binatang yang hidup di dalam air, baik air laut atau air tawar
Sedangkan menurut Syekh Yusuf Qardhawi ayat tersebut menyerukan secara khusus kepada manusia supaya makan dari makanan yang baik yang telah disediakan oleh Allah. Makanan hakekatnya beraneka  macam, ada yang berupa makanan padat dan ada juga yang berupa daging hewan.
Makanan yang dinyatakan syara’ sebagai makanan yang boleh sebagai berikut :
a. Binatang Laut
Binatang laut adalah semua binatang yang hidupnya di dalam air. Binatang laut semuanya halal (boleh dimakan),baik diperoleh dalam keadaan bagaimanapun, apakah waktu didapatnya dalam keadaan masih hidup atau menjadi bangkai. Selagi tidak mengandung dzat (racun) yang berbahaya.
b. Hewan darat yang halal (bintang ternak)
Binatang ternak sesuai dengan Surah An Nahl ayat 5, meliputi Unta, Sapi, kerbau, kambing, domba dll
c. Burung yang tidak berkuku tajam.

b) Makanan yang diharamkan
Diketahui harammerupakan lawan dari halal, yakni sesuatu yang dilarang atau sesuatu yang jika dikerjakan mendapat dosa dan di tinggalkan mendapat pahala. Jadi makanan yang haram adalah makanan yang dilarang oleh syara’ untuk dimakan. Dalam Islam makanan yang haram berarti tidak sah dalam hukum (unlawful).
Berikut ini terdapat dalil-dalil mengenai makanan yang diharamkan:
a. Al Baqarah 173
Artinya:  “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu  bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
b. Al Maidah 3
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala”
c. Al An’am 14
Artinya:Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dari dalil-dali tersebut kita dapat menyimpulkan, bahwa makanan yang diharamkan dalam kitabullah secara umum ada empat macam, yakni:
1. Bangkai
2. Darah
3. Daging babi
4. Binatang yang disembelih tanpa menyebut asma Allah

B. MINUMAN
1) Minuman Yang diperbolehkan
Pada dasarnya segala jenis minuman apa saja  di dunia ini adalah halal untuk diminum, kecuali ada larangan yang mengharamkan dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Minuman yang halal dalam hal ini dibagi menjadi 4 bagian:
a. Semua jenis air atau cairan yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasamani, akal, jiwa maupun aqidah.
b. Air atau cairan yang tidak memabukkan walupun seebelumnya pernah memabukan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
c. Air atau cairan bukan berupa benda yang najis atau benda suci yang terkena najis.
d. Air atau cairan yang suci itu didapatkan dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan dengan Syari’at.

2) Minuman yang diharamkan
Setiap minuman yang memabukkan haram, pada dasarnya karena terdapat sesuatu yang dapat membunuh, lambat ataupun cepat dan bersifat membahayakan. Adapun dalil-dalil mengenai keharaman nya sebagai berikut :
عن أنس قال : ( إنّ الخمر حرّمت والخمر يومئذٍ البسر والتمر ) متفق عليه, وفي لفظ قال : (حرّمت علينا حين حرَمت وما نجد خمرَ الأعناب الاّ قليلا وعامّة خمرنا البسرُ والتمرُ ) رواه البخاريي
Artinya :” Sesungguhnya khamr itu diharamkan, sedangkan waktu itu, khamr terbuat dari kurma matang dan kurma kering”.Diriwayatkan oleh Bukhori dan Musilim: berkata bahwa Ia diharamkan bagi kami ketika diharamkan, sedangkan tidak kami jumpai khamr dari anggur itu kecuali sedikit, karena pada umumnya khamar kami itu terbuat dari kurma yang telah matang dan kurma kering.”
وفي لفظ (لقد أنزلنا الله هذه الآية الّتى حرّم فيها الخمرَ وما في المدينة شرابٌ الاّ من تمرٍ)
رواه  مسلم
Dan menurut versi lain :” Allah telah menurunkan ayat di mana diharamkannya khamar, sedangkan di Madinah tidak dijumpai minuman kecuali dari kurma.”

Penutup

Allah SWT begitu Adil dan Kuasa dalam mengatur suatu hukum, baik halal maupun haram. Jika kita renungkan pasti terdapat banyak hikmah Allah SWT memerintahkan kita agar memakan dan meminum yang halal lagi thayyib (baik), dan melarang yang haram. Allah tidak akan membuat segala sesuatu tanpa adanya sebab dan hikmahnya. begitu pula kita yakini bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk makhluk-Nya. 

Wallohu a'lam bish showab
 (disarikan dari berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment