sumber gambar : dari sini
Landasan / Dalil naqli
Allah SWT. memerintahkan umat Islam untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan thayyib
(baik). Hal ini banyak disebutkan Allah dalam kitab suci Al Qur'an.
“Hai
sekalian manusia! Makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan
itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah 168)
“(yaitu)
orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis
di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka
mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan
menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk.” (QS Al A`raf 157).
“Maka
makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu;
dan syukurilah nikmat Allah jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS An Nahl 114)
“Dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS Al Maidah 88)
Kaidah umum
Pada umumnya apa yang Allah ciptakan di muka bumi ini adalah halal. Sebagaimana tercantum dalam firman-Nya :
"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (QS Al A'raf 32)
"Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui." (QS Al A'raf 32)
"Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
kaum yang berpikir." (QS Al Jatsiyah 13)
Dari ayat-ayat tersebut yakinlah kita bahwa segala yang diciptakan Allah di bumi adalah halal, hingga kemudian ada dalil yang jelas yang mengharamkan.
Hadits-hadits tentang halal dan haramnya makanan
Rasulullah SAW. juga berpesan kepada kita tentang pentingnya memperhatikan halal dan haram makanan yang
kita konsumsi demi menjaga kesucian jiwa dan keterkabulan do'a.
“Wahai
umat manusia, sesungguhnya Allah adalah thayyib (baik), tidak akan menerima
kecuali yang thayyib (baik dan halal); dan Allah memerintahkan kepada orang
beriman segala apa yang Ia perintahkan kepada para rasul. Ia berfirman, ‘Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal
yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' (QS Al Mu’minun
51), dan berfiman pula, ‘Hai orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS Al Baqarah 172)
Kemudian
Nabi menceritakan seorang laki-laki yang melakukan perjalanan panjang,
rambutnya acak-acakan, dan badannya berdebu. Sambil menengadahkan tangan ke
langit ia berdoa, “Ya Tuhan, ya Tuhan….’ –Berdo'a dalam perjalanan, apalagi
dengan kondisi seperti itu, pada umumnya dikabulkan oleh Allah– Sedangkan,
makanan orang itu haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi
makan dengan yang haram. Nabi memberikan komentar, “Jika demikian halnya,
bagaimana mungkin ia akan dikabulkan doanya?” (HR Muslim dari Abu Hurairah)
“Yang
halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas; dan di antara keduanya
ada hal-hal yang mutasyabihat (syubhat, samar-samar, tidak jelas halal
haramnya), kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa hati-hati
dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya.”
(HR Muslim)
Bahkan
Rasulullah SAW melarang kita mencari-cari alasan untuk mempersoalkan sesuatu yang
Allah sengaja diamkan. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan
beberapa hal fardhu, maka jangan kamu abaikan; dan telah menggariskan beberapa
batasan, maka jangan kamu langgar; dan telah mengharamkan beberapa hal, maka
jangan kamu terjang; serta telah mendiamkan beberapa hal sebagai rahmat bagi
kamu tanpa unsur kelupaan, maka jangan kamu permasalahkan.” (HR Daruquthni dan dishahihkan oleh Imam Nawawi)
Kaidah Fiqih
Dalam
konteks status hukum, mengkonsumsi suatu makanan, selama tidak ditemukan dalil
yang akurat ataupun indikasi kuat yang dapat dikategorisasikan ke dalam salah
satu jenis yang diharamkan Allah, maka seharusnya kita kembali kepada hukum
asalnya, yakni halal atau mubah.
Dr.
Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya Al-Halal wal Haram fil Islam menulis, hukum
asal segala sesuatu adalah boleh (al-Ashlu fil asya’ al-ibahah). Menurut
beliau, hukum asal segala sesuatu yang Allah ciptakan dan manfaatnya adalah
halal dalan boleh, kecuali apa yang ditentukan hukum keharamannya secara pasti
oleh nash-nash yang shahih dan sharih (accurate texts and clear statements).
Maka, jika tidak ada nash seperti itu, hukumnya kembali kepada asalnya, yakni
boleh (istishab hukmil ashl). Prinsip inilah yang dipakai Syeikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam menentukan hukum segala sesuatu selain ibadah dan akidah
(Qawa’id Nuraniyah Fiqhiyah, hal. 112-113).
Hal senada juga disebutkan dalam referensi yang lain, bila
kita telusuri berbagai macam kitab fiqh dalam masalah makanan, niscaya akan
kita temukan suatu kesimpulan bahwa hukum asal makanan adalah halal dan tidak
dapat diharamkan, kecuali berdasarkan dalil khas yang spesifik (lihat Mausu’ah
Fiqhiyah, Kuwait, vol. V hal. 123).
Kaidah
hukum itu berdasarkan ayat-ayat yang jelas (sharih). Firman Allah, “Dia-lah
Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala
sesuatu.”(QS Al Baqarah 29). Demikian pula dalam surat Al Jatsiyah 13 dan Luqman
20. Inilah bentuk rahmat Allah kepada umat manusia dengan berlakunya syariat
yang memperluas wilayah halal dan mempersempit wilayah haram, seperti
ditegaskan oleh Nabi saw., “Apa yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, maka ia
adalah halal (hukumnya) dan apa yang Dia haramkan, maka (hukumnya) haram. Sedang
apa yang Dia diamkan, maka ia adalah suatu yang dimaafkan. Maka terimalah
pemaafan-Nya, karena Allah tidak mungkin melupakan sesuatu.” (Hakim dan Bazzar)
Berikut ini akan di paparkan secara
terperinci mengenai pengklasifikasian makanan:
a) Makanan yang diperbolehkan
Pada dasarnya segala sesuatu adalah
diperbolekan (halal) kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Alqur’an
menggunakan istilah “Halal” untuk makanan yang disahkan menurut hukum
(lawful) dengan dua makna (artian), pertama Makanan yang
di peroleh harus halal, kedua makanan harus sesuai dengan hukum-hukum syari’at
Islam.
Berikut
ini akan dijelaskan dalil mengenai makanan yang diperbolehkan tersebut, antara
lain :
a) Al Baqarah 168
Artinya:“Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu”.
b) Al Maidah 88
Artinya :”Dan makanlah makanan yang halal
lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang
kamu beriman kepada-Nya”.
c) Al Maidah 96
Artinya :”Dihalalkan bagimu binatang buruan
lautdan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang
yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat,
selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu
akan dikumpulkan”.
Berdasarkan Firman Allah dan Hadist Nabi SAW, dapat
disimpulkan bahwa jenis-jenis makanan yang halal ialah :
Þ Semua makanan yang baik, tidak kotor dan menjijikan
Þ Semua makanan yang tidak diharamkan oleh Allah dan
rosul-Nya
Þ Semua makanan yang tidak mengandung mudharat, tidak
membahayakan kesehatan jasmani, dan tidak merusak akal, moral, dan aqidah.
Þ Binatang yang hidup di dalam air, baik air laut atau
air tawar
Sedangkan menurut Syekh Yusuf Qardhawi ayat
tersebut menyerukan secara khusus kepada manusia supaya makan dari makanan yang
baik yang telah disediakan oleh Allah. Makanan hakekatnya
beraneka macam, ada yang berupa makanan padat dan ada juga yang berupa
daging hewan.
Makanan yang dinyatakan syara’ sebagai
makanan yang boleh sebagai berikut :
a. Binatang Laut
Binatang laut adalah semua binatang yang hidupnya di dalam air. Binatang
laut semuanya halal (boleh dimakan),baik diperoleh dalam keadaan bagaimanapun,
apakah waktu didapatnya dalam keadaan masih hidup atau menjadi bangkai. Selagi tidak mengandung dzat (racun) yang
berbahaya.
b. Hewan darat yang halal (bintang ternak)
Binatang ternak sesuai dengan Surah An Nahl
ayat 5, meliputi Unta, Sapi, kerbau, kambing, domba dll
c. Burung yang tidak berkuku tajam.
b) Makanan yang diharamkan
Diketahui harammerupakan lawan dari halal,
yakni sesuatu yang dilarang atau sesuatu yang jika dikerjakan mendapat dosa dan
di tinggalkan mendapat pahala. Jadi makanan yang haram adalah makanan yang
dilarang oleh syara’ untuk dimakan. Dalam Islam makanan yang haram berarti
tidak sah dalam hukum (unlawful).
Berikut ini terdapat dalil-dalil mengenai
makanan yang diharamkan:
a. Al Baqarah 173
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi
Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
b. Al Maidah 3
Artinya:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala”
c. Al An’am 14
Artinya:Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh
dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir
atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang
disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa,
sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dari dalil-dali tersebut kita dapat
menyimpulkan, bahwa makanan yang diharamkan dalam kitabullah secara umum ada
empat macam, yakni:
1. Bangkai
2. Darah
3. Daging babi
4. Binatang yang disembelih tanpa menyebut
asma Allah
B. MINUMAN
1) Minuman Yang diperbolehkan
Pada dasarnya segala jenis minuman apa
saja di dunia ini adalah halal untuk diminum, kecuali ada larangan yang
mengharamkan dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Minuman yang halal dalam hal ini dibagi
menjadi 4 bagian:
a. Semua jenis air atau cairan yang tidak
membahayakan bagi kehidupan manusia, baik membahayakan dari segi jasamani,
akal, jiwa maupun aqidah.
b. Air atau cairan yang tidak memabukkan
walupun seebelumnya pernah memabukan seperti arak yang berubah menjadi cuka.
c. Air atau cairan bukan berupa benda yang
najis atau benda suci yang terkena najis.
d. Air atau cairan yang suci itu didapatkan
dengan cara-cara yang halal yang tidak bertentangan dengan Syari’at.
2) Minuman yang diharamkan
Setiap minuman yang memabukkan haram, pada
dasarnya karena terdapat sesuatu yang dapat membunuh, lambat ataupun cepat dan
bersifat membahayakan. Adapun dalil-dalil mengenai keharaman nya sebagai
berikut :
عن أنس قال : ( إنّ الخمر حرّمت والخمر يومئذٍ البسر والتمر ) متفق عليه, وفي لفظ قال : (حرّمت علينا حين حرَمت وما نجد خمرَ الأعناب الاّ قليلا وعامّة خمرنا البسرُ والتمرُ ) رواه البخاريي
Artinya :” Sesungguhnya khamr itu
diharamkan, sedangkan waktu itu, khamr terbuat dari kurma matang dan kurma
kering”.Diriwayatkan oleh Bukhori dan Musilim: berkata bahwa Ia diharamkan bagi
kami ketika diharamkan, sedangkan tidak kami jumpai khamr dari anggur itu
kecuali sedikit, karena pada umumnya khamar kami itu terbuat dari kurma yang
telah matang dan kurma kering.”
وفي لفظ (لقد أنزلنا الله هذه الآية الّتى حرّم فيها الخمرَ وما في المدينة شرابٌ الاّ من تمرٍ)
رواه مسلم
Dan menurut versi lain :” Allah telah
menurunkan ayat di mana diharamkannya khamar, sedangkan di Madinah tidak dijumpai
minuman kecuali dari kurma.”
Penutup
Allah SWT begitu Adil dan Kuasa dalam mengatur
suatu hukum, baik halal maupun haram. Jika kita renungkan pasti terdapat banyak hikmah
Allah SWT memerintahkan kita agar memakan dan meminum yang halal lagi thayyib (baik), dan
melarang yang haram. Allah tidak akan membuat segala sesuatu tanpa adanya sebab
dan hikmahnya. begitu pula kita yakini bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk makhluk-Nya.
Wallohu a'lam bish showab
(disarikan dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment