Kalimat thayyibah mengandung arti kalimat-kalimat yang baik
yang berisi tentang ungkapan zikir kepada Allah.
“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan
kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang)
ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizing
Tuhannya. Dan Allah membuat perrumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu
ingat.”
(QS Ibrahim 24-25)
Yang dimaksud dengan “kalimat thoyyibah” dalam ayat tersebut
adalah kalimat tauhid, yaitu segala
ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran, serta
perbuatan baik.
Di antara kalimat thayyibah tersebut adalah:
Takbir (Allohu Akbar
: Allah Maha Besar)
Diucapkan bila
bertemu dengan sesuatu yang menakjubkan. Ucapan Allahu akbar saat melihat yang
mengagumkan menandakan kita kagum pada Pencipta Hal Yang Menakjubkan Itu.
“Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu
‘anhuma berkata: “Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan
apabila menuruni jalan, kami bertasbih” (HR. Bukhari). Jadi, takbir juga diucapkan saaat mendaki.
Tahmid
(Alhamdulillahi robbil ‘alamiin : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)
Diucapkan
bila mendapati sesuatu yang menyenangkan. Rosulullah saw, bersabda: “Apabila kamu ucapkan, ‘Alhamdu lillahi
robbil alamin’, berarti engkau telah bersyukur kepada Allah, dan Dia niscaya
akan menambahkan nikmat-Nya kepadamu.”
Tahmid dibaca juga ketika bersin. Seperti yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan benci terhadap
menguap. Maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan
‘Alhamdullillah’). Dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya
untuk mendoakannya. Adapun menguap, maka ia berasal dari setan. Hendaklah
setiap muslim berusaha untuk menahannya sebisa mungkin, dan apabila
mengeluarkan suara ‘ha’, maka saat itu setan menertawakannya.” (HR
Bukhari)
Allah menjanjikan dua hal bagi orang yang mendapat nikmat
dengan penambahan dan penyiksaan bagi yang tidak bersyukur “Jika kamu bersyukur
maka Aku akan tambah nikmat kamu tetapi jika kamu kufur maka azabku amatlah
pedih” (QS Ibrahim 7).
Tasbih (Subhanalloh : Maha Suci Allah)
Dalam Al-Qur’an, kata subhanallah sendiri dipakai untuk
mensucikan Allah dari hal-hal yang tidak pantas.
“Dan (ingatlah) hari
(yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman
kepada malaikat: “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat
itu menjawab: “Maha Suci Engkau (Subhanaka). Engkaulah pelindung kami, bukan
mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin
itu.”(QS Saba’ 40-41)
“Inilah jalan (agama)
ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan
hujjah yang nyata, Maha Suci Allah (subhanallah), dan aku tiada termasuk
orang-orang yang musyrik.”(QS Yusuf 108)
Dari Sa’ad r.a., dia berkata : Kami di sisi Rosulullah SAW.,
lalu beliau bersabda : “Apakah seseorang di antara kamu tidak mampu mendapatkan
seribu kebaikan setiap hari?” Salah seorang diantara yang duduk bertanya :
“Bagaimanakah seseorang diantara kita bisa memperoleh seribu kebaikan (dalam
sehari)?” Rasulullah SAW bersabda : “Hendaklah dia membaca : “Maha Suci Allah”
….jika dibaca seribu kali, maka ditulis seribu kebaikan baginya atau seribu
kejelekan dihapus” (HR. Muslim 4/2073)
“Kami apabila
berjalan naik membaca takbir, & apabila berjalan turun membaca
tasbih.” (HR Al Bukhari, dari Jabir).
Jadi “SubhanaLlah” dilekatkan dalam makna “turun”,
yang kemudian sesuai dengan kebiasaan orang dalam Bahasa Arab secara umum;
yakni menggunakannya tuk mengungkapkan keprihatinan atas suatu hal kurang
baik di mana tak pantas
“Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan apabila menuruni
jalan kami bertasbih” (HR. Bukhari)
Ta’awudz/Al
isti’adzah (a’udzubillahiminasy syaithoonirrojim/a’ubillahissamii’il aliimi
minasy syaithoonirrojiim : aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk)
Pada QS An Nahl : 98 Allah berfirman : “Apabila kamu
membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan
yang terkutuk.”
Perintah membaca ta’awudz bukan hanya ketika akan membaca
Al-quran.
”Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan
Maka berlindunglah kepada Allah[1]. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS Al-A’raf : 200)
[1] Maksudnya:
membaca A’udzubillahi minasy-syaithaanir-rajiim.
”Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang
lebih baik. kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan[2]. Dan Katakanlah:
“Ya Tuhanku Aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan Aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya
Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.”(Q.S Al-Mukminun 96-98)
[2] Maksudnya:
perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan kaum musyrikin yang tidak baik itu
hendaklah dihadapi oleh nabi dengan yang baik, umpama dengan memaafkannya, asal
tidak membawa kepada kelemahan dan kemunduran dakwah.
Dari Sulaiman bin
Surod ra berkata, ”Ada dua orang yang
saling mencela di sisi Nabi SAW dan kami sedang duduk di samping Nabi SAW.
Salah seorang dari mereka mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai
wajahnya kemerahan. Maka Nabi SAW bersabda, Sesungguhnya aku akan mengajarkan
suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu
sekiranya dia mengucapkan ”Audzu billahi minasy syaithoonirrojiim”. Maka mereka
berkata kepada yang marah tadi, Tidakkah kalian mendengar apa yang disabdakan
nabi? Dia menjawab, Aku ini bukan orang gila” (HR Bukhari dan Muslim)
Basmalah (Bismillahirrohmanirrohim : Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Dibaca setiap
akan memulai aktivitas. Rasulullah bersabda: ”Setiap urusan yang baik yang
tidak dimulai dengan Bismillahir rahmanir rahim akan terputus (berkahnya).” (HR Abu Dawud)
Istighfar (Astaghfirulloh : Aku mohon ampun kepada Allah )
Jika kita menyadari akan sebuah kesalahan. "dan mohonlah ampun
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nisaa' 106)
Begitulah Allah memerintahkan kita untuk
senantiasa memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan yang kita lakukan
baik itu yang disengaja maupun yang tidak kita sengajai (khilaf).
Dalam QS Ali
Imran ayat 135 Allah menyatakan prihal orang-orang yang mendapat mendapat
kenikmatan setelah mereka bertaubat, "Orang-orang yang berbuat kekejian
atau menzalimi dirinya lalu ingat kepada Allah, maka minta ampunlah untuk
mereka atas dosa-dosa yang dilakukan."
Tasymit (mendoakan
orang yang bersin)
Rasulullah saw. bersabda, "Jika salah seorang dari kalian bersin, maka hendaklah ia berkata,
alhamdulillah (Segala puji bagi Allah), dan hendaklah saudaranya mengatakan
padanya, Yarhamukallah (Semoga Allah
merahmatimu),' dan jika saudaranya telah mengatakan, 'Semoga Allah
merahmatimu,' maka hendaklah orang yang bersin berkata, Yaghfirullah li wa laka
(semoga Allah memberi ampunan kepadaku dan kepadamu)," atau ia berkata,
"Yahdikumullahu wa yushlihu balaku (semoga Allah memberi petunjuk
kepadamu, dan memperbaiki hatimu)” (HR.Bukhari)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari, bahwa
Nabi Saw bersabda, "Apabila salah
seorang kalian bersin dan dia memuji Allah, maka doakanlah. Namun jika dia
tidak memuji Allah, maka jangan kalian mendoakannya." (Shahim Muslim,
Kitab Az-Zuhd wa Ar-Raqa'iq, Bab Tasymit Al-'Athis, hadits nomor 2992)
Istirja’ (Innalillahi
wa inna ilaihi roji’un : Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan akan kembali
kepada-Nya)
Jika kita
mendapati musibah dan bersabar dengan mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi
rajiun maka maka Allah akan memberi ganti yang lebih baik. Rasulullah telah
bersabda :”Tidaklah seorang hamba terkena musibah kemudian ia berdoa,
“sesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali pada-Nya, ya
Allah berilah pahala dalam musibah ini dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya,” kecuali Allah akan memberikan pahala dalam
musibahnya dan Allah memberi ganti yang lebih baik daipadanya.” (H.R.
Muslim No. 1526).
Kalimat ini biasa
diucapkan saat ada di antara keluarga, teman, kerabat, tetangga, maupun orang
lain meninggal dunia. Kalimat innalillahi wa inna ilaihi rajiun juga
dapat diucapkan ketika kita terkena halangan atau rintangan, misalnya
tersandung batu, jatuh, mengalami kecelakaan, dan lain sebagainya. Dengan
mengucapkan kalimah tarji’ berarti kita telah bersabar dan ikhlas dengan apa
yang telah ditentukan Allah.
“Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan,”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”” (QS 2:155-156)
Masya Allah (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud / Allah telah berkehendak akan hal itu)
Ucapkanlah
“Masya Allah” bila bertemu dengan hal yang menakjubkan itu. Ini sesuai dengan
yang dituntun oleh Al-Qur’an serta kebiasaan dalam bahasa Arab.
Tuntunan
dalam Al-Qur’an bisa kita temui dalam surat Al-Kahfi ayat 37: “Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu
memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas
kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan
Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan
keturunan” (QS Al Kahfi 39)
Kalimat ini diucapkan ketika seseorang berniat hendak melakukan sesuatu di masa yang akan datang. Zikir ini akan mengingatkan kita, bahwa kehendak Allah adalah di atas segalanya. Tak seorangpun mengetahui apa yang akan terjadi detik setelah ini. Itu sebabnya, tak akan pernah ada janji yang dapat dipenuhi secara pasti oleh manusia, kecuali dengan menambahkan kalimat, Insya Allah (QS. 18: 23-24). Sayangnya, banyak orang mempergunakan kalimat ini secara keliru, hingga berkembang anggapan bahwa kalimat mulia ini diucapkan sebagai kelonggaran untuk tidak menepati janji. Perbuatan umum ini banyak menggejala dalam sebagian masyarakat, sehingga membuat banyak orang dapat memandang negatif kalimat ini. Adalah tanggung jawab kita bersama, kaum muslim, untuk meluruskan pandangan seperti ini. Dimulai dengan diri kita sendiri. Mari kita buktikan bahwa ucapan Insya Allah bukan berarti niat untuk melanggar. Akan tetapi sebagai ikatan janji yang sudah pasti akan ditepati secara logika manusia, disertai kepasrahan terhadap kehendak Allah yang sewaktu-waktu bisa merubah apa yang telah kita rencanakan.
Wallohu a'lam bish showab
maasyaa alloh...
ReplyDeletesubahanallah, islam emang indah sekali seindah cincin kawin atau tidak bisa diakatakan dalam hal apapun
ReplyDelete