Wednesday, June 12, 2013

Kalimat Thayyibah




Kalimat thayyibah mengandung arti kalimat-kalimat yang baik yang berisi tentang ungkapan zikir kepada Allah.

Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit, (pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizing Tuhannya. Dan Allah membuat perrumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.
(QS Ibrahim 24-25)

Yang dimaksud dengan “kalimat thoyyibah” dalam ayat tersebut adalah kalimat tauhid, yaitu segala  ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah kemungkaran, serta perbuatan baik.

Di antara kalimat thayyibah tersebut adalah:

Takbir (Allohu Akbar : Allah Maha Besar)
Diucapkan bila bertemu dengan sesuatu yang menakjubkan. Ucapan Allahu akbar saat melihat yang mengagumkan menandakan kita kagum pada Pencipta Hal Yang Menakjubkan Itu.
Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan, kami bertasbih” (HR. Bukhari).  Jadi, takbir juga diucapkan saaat mendaki.

Tahmid (Alhamdulillahi robbil ‘alamiin : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)
Diucapkan bila mendapati sesuatu yang menyenangkan. Rosulullah saw, bersabda: “Apabila kamu ucapkan, ‘Alhamdu lillahi robbil alamin’, berarti engkau telah bersyukur kepada Allah, dan Dia niscaya akan menambahkan nikmat-Nya kepadamu.”
Tahmid dibaca juga ketika bersin. Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan benci terhadap menguap. Maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan ‘Alhamdullillah’). Dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya. Adapun menguap, maka ia berasal dari setan. Hendaklah setiap muslim berusaha untuk menahannya sebisa mungkin, dan apabila mengeluarkan suara ‘ha’, maka saat itu setan menertawakannya.” (HR Bukhari)
Allah menjanjikan dua hal bagi orang yang mendapat nikmat dengan penambahan dan penyiksaan bagi yang tidak bersyukur “Jika kamu bersyukur maka Aku akan tambah nikmat kamu tetapi jika kamu kufur maka azabku amatlah pedih” (QS Ibrahim 7).

Tasbih (Subhanalloh : Maha Suci Allah)
Dalam Al-Qur’an, kata subhanallah sendiri dipakai untuk mensucikan Allah dari hal-hal yang tidak pantas.
Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau (Subhanaka). Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.”(QS Saba’ 40-41)
Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah (subhanallah), dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.”(QS Yusuf 108)
Dari Sa’ad r.a., dia berkata : Kami di sisi Rosulullah SAW., lalu beliau bersabda : “Apakah seseorang di antara kamu tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan setiap hari?” Salah seorang diantara yang duduk bertanya : “Bagaimanakah seseorang diantara kita bisa memperoleh seribu kebaikan (dalam sehari)?” Rasulullah SAW bersabda : “Hendaklah dia membaca : “Maha Suci Allah” ….jika dibaca seribu kali, maka ditulis seribu kebaikan baginya atau seribu kejelekan dihapus” (HR. Muslim 4/2073)
 “Kami apabila berjalan naik membaca takbir, & apabila berjalan turun membaca tasbih.” (HR Al Bukhari, dari Jabir). 
Jadi “SubhanaLlah” dilekatkan dalam makna “turun”, yang kemudian sesuai dengan kebiasaan orang dalam Bahasa Arab secara umum; yakni menggunakannya tuk mengungkapkan keprihatinan atas suatu hal kurang baik di mana tak pantas
“Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Apabila kami berjalan mendaki (naik), kami bertakbir dan apabila menuruni jalan kami bertasbih” (HR. Bukhari)

Ta’awudz/Al isti’adzah (a’udzubillahiminasy syaithoonirrojim/a’ubillahissamii’il aliimi minasy syaithoonirrojiim : aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk)
Pada QS An Nahl : 98 Allah berfirman : “Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”
Perintah membaca ta’awudz bukan hanya ketika akan membaca Al-quran.
Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan Maka berlindunglah kepada Allah[1]. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-A’raf : 200)
[1] Maksudnya: membaca A’udzubillahi minasy-syaithaanir-rajiim.
Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan[2]. Dan Katakanlah: “Ya Tuhanku Aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan. Dan Aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.”(Q.S Al-Mukminun 96-98)
[2] Maksudnya: perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan kaum musyrikin yang tidak baik itu hendaklah dihadapi oleh nabi dengan yang baik, umpama dengan memaafkannya, asal tidak membawa kepada kelemahan dan kemunduran dakwah.
Dari Sulaiman bin Surod ra berkata, ”Ada dua orang yang saling mencela di sisi Nabi SAW dan kami sedang duduk di samping Nabi SAW. Salah seorang dari mereka mencela lawannya dengan penuh kemarahan sampai wajahnya kemerahan. Maka Nabi SAW bersabda, Sesungguhnya aku akan mengajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia mengucapkan ”Audzu billahi minasy syaithoonirrojiim”. Maka mereka berkata kepada yang marah tadi, Tidakkah kalian mendengar apa yang disabdakan nabi? Dia menjawab, Aku ini bukan orang gila” (HR Bukhari dan Muslim)

Basmalah (Bismillahirrohmanirrohim : Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)
Dibaca setiap akan memulai aktivitas. Rasulullah bersabda: ”Setiap urusan yang baik yang tidak dimulai dengan Bismillahir rahmanir rahim akan terputus (berkahnya).” (HR Abu Dawud)

Istighfar (Astaghfirulloh : Aku mohon ampun kepada Allah )
Jika kita menyadari akan sebuah kesalahan. "dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nisaa' 106)
Begitulah Allah memerintahkan kita untuk senantiasa memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan yang kita lakukan baik itu yang disengaja maupun yang tidak kita sengajai (khilaf).
Dalam QS Ali Imran ayat 135 Allah menyatakan prihal orang-orang yang mendapat mendapat kenikmatan setelah mereka bertaubat, "Orang-orang yang berbuat kekejian atau menzalimi dirinya lalu ingat kepada Allah, maka minta ampunlah untuk mereka atas dosa-dosa yang dilakukan."

Tasymit (mendoakan orang yang bersin)
Rasulullah saw. bersabda, "Jika salah seorang dari kalian bersin, maka hendaklah ia berkata, alhamdulillah (Segala puji bagi Allah), dan hendaklah saudaranya mengatakan padanya, Yarhamukallah (Semoga Allah merahmatimu),' dan jika saudaranya telah mengatakan, 'Semoga Allah merahmatimu,' maka hendaklah orang yang bersin berkata, Yaghfirullah li wa laka (semoga Allah memberi ampunan kepadaku dan kepadamu)," atau ia berkata, "Yahdikumullahu wa yushlihu balaku (semoga Allah memberi petunjuk kepadamu, dan memperbaiki hatimu)” (HR.Bukhari)
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy'ari, bahwa Nabi Saw bersabda, "Apabila salah seorang kalian bersin dan dia memuji Allah, maka doakanlah. Namun jika dia tidak memuji Allah, maka jangan kalian mendoakannya." (Shahim Muslim, Kitab Az-Zuhd wa Ar-Raqa'iq, Bab Tasymit Al-'Athis, hadits nomor 2992)

Istirja’ (Innalillahi wa inna ilaihi roji’un : Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan akan kembali kepada-Nya)
Jika kita mendapati musibah dan bersabar dengan mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi rajiun maka maka Allah akan memberi ganti yang lebih baik. Rasulullah telah bersabda :”Tidaklah seorang hamba terkena musibah kemudian ia berdoa, “sesungguhnya kita milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali pada-Nya, ya Allah berilah pahala dalam musibah ini dan berilah aku ganti  yang lebih baik daripadanya,” kecuali Allah akan memberikan pahala dalam musibahnya dan Allah memberi ganti yang lebih baik daipadanya.” (H.R. Muslim No. 1526).
Kalimat ini biasa diucapkan saat ada di antara keluarga, teman, kerabat, tetangga, maupun orang lain meninggal dunia. Kalimat innalillahi wa inna ilaihi rajiun juga dapat diucapkan ketika kita terkena halangan atau rintangan, misalnya tersandung batu, jatuh, mengalami kecelakaan, dan lain sebagainya. Dengan mengucapkan kalimah tarji’ berarti kita telah bersabar dan ikhlas dengan apa yang telah ditentukan Allah.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,”Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.”” (QS 2:155-156)

Masya Allah (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud / Allah telah berkehendak akan hal itu)
Ucapkanlah “Masya Allah” bila bertemu dengan hal yang menakjubkan itu. Ini sesuai dengan yang dituntun oleh Al-Qur’an serta kebiasaan dalam bahasa Arab.
Tuntunan dalam Al-Qur’an bisa kita temui dalam surat Al-Kahfi ayat 37: “Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan” (QS Al Kahfi 39)

InsyaAllah. (Jika Allah menghendaki)
Kalimat ini diucapkan ketika seseorang berniat hendak melakukan sesuatu di masa yang akan datang. Zikir ini akan mengingatkan kita, bahwa kehendak Allah adalah di atas segalanya. Tak seorangpun mengetahui apa yang akan terjadi detik setelah ini. Itu sebabnya, tak akan pernah ada janji yang dapat dipenuhi secara pasti oleh manusia, kecuali dengan menambahkan kalimat, Insya Allah (QS. 18: 23-24). Sayangnya, banyak orang mempergunakan kalimat ini secara keliru, hingga berkembang anggapan bahwa kalimat mulia ini diucapkan sebagai kelonggaran untuk tidak menepati janji. Perbuatan umum ini banyak menggejala dalam sebagian masyarakat, sehingga membuat banyak orang dapat memandang negatif kalimat ini. Adalah tanggung jawab kita bersama, kaum muslim, untuk meluruskan pandangan seperti ini. Dimulai dengan diri kita sendiri. Mari kita buktikan bahwa ucapan Insya Allah bukan berarti niat untuk melanggar. Akan tetapi sebagai ikatan janji yang sudah pasti akan ditepati secara logika manusia, disertai kepasrahan terhadap kehendak Allah yang sewaktu-waktu bisa merubah apa yang telah kita rencanakan.


Wallohu a'lam bish showab

2 comments:

  1. subahanallah, islam emang indah sekali seindah cincin kawin atau tidak bisa diakatakan dalam hal apapun

    ReplyDelete