sumber gambar : dari sini
Termasuk opini masyarakat yang harus diluruskan adalah pemahaman mereka tentang ruqyah. Banyak masyarakat Islam di negeri kita ini khususnya, ketika mendengar atau mengetahui bahwa ada praktik pengobatan dengan metode ruqyah, mereka langsung menyimpulkan bahwa praktik pengobatan tersebut syar'i atau Islami. Padahal tidak semua ruqyah itu Islami, begitu juga tidak semua praktik pengobatan yang berlebel ruqyah bisa dikategorikan sebagai praktik pengobatan yang islamiyah. Karena ruqyah sendiri ada dua macam. Ada ruqyah syar'iyyah (ruqyah yang sesuai dengan syari'at Islam) dan ada juga ruqyah syirkiyyah (ruqyah yang mengandung syirik dan diharamkan oleh Islam).
Karena opini dan pemahaman yang salah, akhirnya banyak orang Muslim yang mengaku telah menjadi korban praktik pengobatan yang berlebel ruqyah. Ada yang dirugikan secara materi, ada yang dirugikan secara kehormatan, dan ada juga yang dirugikan dari segi ideologi atau akidah.
Ibu
Min (45 th) contohnya, ia mengaku telah habis jutaan rupiah karena
diloroti oleh dukun yang berpakaian seorang habib dan mengaku sebagai
peruqyah. Padahal sehabis diterapi, ia selalu dibekali jimat untuk
ditempel di pintu rumah atau dipendam dalam kamar. Sedangkan Mbak Dina
(40 th) mengaku bahwa ia pernah diruqyah oleh seseorang, tapi
peruqyahnya meraba-raba tubuhnya dari balik bajunya. Ia merasa risih dan
dilecehkan walaupun orang yang mengaku sebagai peruqyah tersebut
memakai sarung tangan tipis yang acap kali dipakai seorang dokter.
Makanya
kita harus berhati-hati dan waspada terhadap praktik-praktik
pengobatan yang menggunakan nama ruqyah sebagai kedog dan merek
dagangannya. Padahal praktiknya, mereka masih menggunakan praktik
perdukunan, praktik yang sarat dengan kesyirikan dan menggunakan
bantuan syetan.
Ruqyah
secara bahasa artinya bacaan. Kalau ada orang yang mengaku bahwa
pengobatannya adalah ruqyah tapi dalam praktiknya dia tidak membaca
sesuatu, berarti orang tersebut tidak paham akan makna ruqyah itu
sendiri. Karena bacaan adalah termasuk unsur pokok dalam melakukan
praktik ruqyah sesuai dengan definisinya. Bukan ruqyah kalau dalam
praktiknya dia tidak membaca sesuatu, walaupun dalam kenyataannya jin
yang ada dalam tubuh seseorang itu keluar atau penyakit yang dideritanya
itu sembuh.
Bacaan
yang dibaca dalam praktik ruqyah yang syar’iyyah bukan dengan hati
atau tidak bersuara dan tak terdengar. Seorang peruqyah lazimnya
membaca bacaan ruqyah yang ada dengan bersuara, meskipun volumenya
rendah (pelan). Yang penting terdengar. Terdengar oleh jin pengganggu
yang ada dalam tubuh pasien, dan terdengar oleh orang lain yang ada di
sekitar. Karena Rasulullah saat meruqyah juga bersuara, sehingga
isteri, keluarga atau shahabat-shahabatnya mendengar materi bacaan
beliau. Sehingga mereka mengetahui lalu meriwayatkannya kepada kita.
Tapi
perlu diketahui, bahwa tidak semua bacaan yang dibaca oleh seseorang
saat pengobatan bisa dibenarkan oleh Islam, atau bisa dikategorikan
sebagai ruqyah syar'iyyah. Apalagi kalau ada seseorang pada saat
praktik tidak menyuarakan bacaannya, kita tidak tahu apa yang dibaca di
hatinya. Atau sebagaian do'a disuarakan, lalu sebagian lainnya tidak
disuarakan atau bersuara tapi tidak jelas karena hanya kumat-kamit.
Praktik seperti itu harus kita waspadai, jangan-jangan ia minta tolong
kepada jin atau kepada lainnya selain Allah.
Sebetulnya ada kriteria khusus dalam bacaan yang bisa dikategorikan sebagai ruqyah syar'iyyah. Kalau kriteria itu tidak terpenuhi dalam suatu bacaan, maka bacaan itu bisa dikategorikan sebagai ruqyah syirkiyyah atau ruqyah yang menyimpang dari syari'at Islam.
Syekh
Ibnu Hajar al-'Asqalani berkata: "Para ulama' telah sepakat (ijma')
bahwa ruqyah dibolehkan apabila memenuhi tiga kriteria". (Fathul Bari:
10/ 206). Kesepakatan (konsensus) tersebut disampaikan oleh beberapa
ulama' besar dan terkenal. Di antara mereka adalah Imam as-Suyuthi
(Penulis kitab Tafsir ad-Durrul Mantsur), Imam Nawawi (Pensyarah Kitab
Shahih Muslim), Imam as-Syaukani (Penulis Kitab Hadits Nailul Authar),
Syekh Sulaiman bin Abdullah (Penulis Kitab Akidah Taisirul 'Azizil
Hamid), Syekh Ibnu Taimiyyah (Pemilik Kitab Majmu'ul Fatawa), dan begitu
juga Syekh Nashiruddin al-Albani (Pakar Hadits), serta masih banyak
sederetan ulama' terkenal lainnya.
Yang dimaksud dengan tiga syarat dan telah menjadi konsensus para ulama' tersebut adalah sebagai berikut:
- Bacaannya terdiri dari kalam Allah (al-Qur'an) atau dengan Asma' dan Sifat-Nya.
Bacaan yang dibaca oleh seorang peruqyah dengan ruqyah syar'iyyah adalah
ayat-ayat Allah yang dibaca sesuai dengan kaidah bacanya, atau ilmu
tajwid. Karena kita tidak boleh membaca ayat-ayat al-Qur'an kecuali
sesuai dengan kaidah tajwidnya. Apabila ada seorang peruqyah membaca
ayat-ayat al-Qur'an dengan cepat seperti seorang dukun membaca mantra,
maka rusaklah makna dari ayat tersebut dan ia tidak akan dapat pahala,
justru ia berdosa. Dan Islam juga melarang seorang peruqyah untuk
membaca al-Qur'an dengan memenggal-menggal ayat yang bisa merubah maksud
dan makna ayat tersebut.
Maka
dari itu terkadang, kita jumpai seorang dukun juga membaca ayat
al-Qur'an, tapi ia potong-potong ayat itu seenaknya. Atau mencampurnya
dengan mantra yang ia baca atau rajah yang ia tulis. Ini termasuk
pelecehan ayat suci yang sangat disukai oleh syetan. Apalagi bila ayat
itu susunannya dibulak-balik, sebagaimana yang dikenal dengan istilah
"Qulhu Sungsang", yaitu surat al-Ikhlas yang dibulak-balik susunannya.
Bacaan seperti itu harus kita tinggalkan, dan bila ada seseorang yang
membaca ayat dengan cara seperti itu, maka yang dipraktikkannya
termasuk ruqyah syirkiyyah yang harus dijauhi, karena Islam telah mengharamkannya.
Di
samping ayat al-Qur'an, seorang peruqyah juga bisa menjadikan
do'a-do'a Rasulullah sebagai materi bacaannya. Karena hal itu telah
dicontohkan Rasulullah dan juga dipraktikkan oleh shahabat-shahabatnya
serta para ulama' pewaris ilmu mereka. Para ulama' hadits telah
membukukan do'a-do'a tersebut dalam kitab-kitab hadits yang mereka
susun. Dan para ulama' lain juga telah memasukkannya sebagai bacaan
ruqyah dalam kitab-kitab mereka saat mengupas tentang materi ruqyah syar'iyyah.
Syekh
Nashiruddin al-Albani berkata: "Ruqyah adalah do'a yang dibaca untuk
mencari kesembuhan yang terdiri dari al-Qur'an dan hadits Rasulullah
yang shahih. Sedangkan apa yang biasa dibaca oleh seseorang yang terdiri
dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak bisa
dipahami maknanya, bisa jadi ada unsur kekufuran dan kesyirikannya, maka
hal itu termasuk ruqyah yang dilarang." (Kitab Dhaif Sunan Tirmidzi: 231).
Imam
Nawawi juga telah berkata: "Ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur'an dan
dengan do'a-do'a yang telah diajarkan Rasulullah adalah suatu hal yang
tidak terlarang. Bahkan itu adalah perbuatan yang disunnahkan. Telah
dikabarkan para ulama' bahwa mereka telah bersepakat (ijma') bahwa
ruqyah dibolehkan apabila bacaannya terdiri dari ayat-ayat al-Qur'an
atau do'a-do'a yang diajarkan Rasulullah." (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi: 14/ 341).
Hal
senada juga dinyatakan oleh Syekh Ibnu Hajar al-'Asqalani dengan
mengutip perkataan Imam Qurthubi, "Termasuk ruqyah yang dibolehkan
adalah terdiri dari kalam Allah (al-Qur'an) atau asma'-Nya, atau yang
do'a yang telah diajarkan Rasulullah." (Kitab Fathul Bari: 10/ 196).
- Bacaannya terdiri dari Bahasa Arab.
Para
ulama' sepakat bahwa bacaan ruqyah harus terdiri dari bahasa Arab,
sebagai bahasa al-Qur'an dan as-Sunnah. Dan mereka berbeda pendapat jika
bacaan ruqyah itu bukan bahasa Arab. Tapi yang perlu dicatat dan
digaris bawahi adalah, tidak setiap bacaan yang berbahasa arab itu benar
maknanya atau tidak mengandung kesyirikan. Karena banyak masyarakat
Indonesia, khususnya umat Islam yang mempunyai persepsi bahwa yang
berbahasa Arab itu pasti benar dan dilegalkan oleh Islam. Persepsi
seperti itu tidak benar adanya, karena banyak juga matra-mantra
kesyirikan yang berbahasa Arab, karena pemilik atau pembuatnya orang
Arab atau bisa berbahasa Arab.
Seorang
ahli Hadits yang bernama Syekh Hafizh bin Ahmad Hakami berkata:
"Ruqyah yang terlarang adalah ruqyah yang tidak terdiri dari al-Qur'an
atau as-Sunnah dan tidak berbahasa Arab. Ruqyah seperti itu termasuk
perbuatan syetan, dan termasuk bacaan untuk mendekatkan diri kepada
syetan. Sebagaimana yang dilakukan oleh para dukun dan tukang sihir.
Bacaan seperti itu juga banyak dijumpai dalam kitab-kitab mantra dan
rajah seperti Kitab Syamsul Ma'arif dan Syumusul Anwar dan
lainnya. Hal itu merupakan upaya musuh Islam untuk merusak Islam,
padahal sesungguhnya Islam bersih dari hal semacam itu." (Kitab A'lamus Sunnah al-Mansyurah: 155).
Seorang
ahli Fiqh dan Ushul Fiqh yang bernama Imam al-Qarafi berkata: "Ruqyah
adalah kalimat-kalimat khusus yang dengannya akan diperoleh kesembuhan
dari penyakit dan terhindar hal-hal yang merusak –dengan izin Allah-.
Tidak bisa dikategorikan sebagai ruqyah bila menimbulkan bahaya, tapi
justru itulah yang disebut dengan sihir. Dan kalimat-kalimat (bacaan
ruqyah) ada yang dianjurkan, seperti surat al-Fatihah dan
al-Mu'awwidzatain. Dan ada juga yang dilarang, seperti ruqyah
orang-orang jahiliyyah, atau orang-orang India dan lainnya. Karena
dikhawatirkan mengandung kekufuran. Maka dari itu Imam Malik dan yang
lainnya melarang ruqyah yang berbahasa selain Arab, karena
dikhawatirkan di dalamnya mengandung suatu yang haram." (Kitab al-Furuq: 4/ 147).
Tapi bila bacaannya tidak terdiri dari Bahasa Arab atau 'Ajamiyyah,
maka sebagian ulama' ada yang membolehkannya dan sebagian lain
melarangnya. Ulama' yang membolehkan ruqyah dengan bahasa selain Arab
memberikan persyaratan yang ketat. Termasuk syaratnya adalah, bisa
dipahami maknanya, tidak mengandung unsur kesyirikan dan kekufuran
seperti di dalamnya mencatut nama jin, malaikat, nabi atau orang shalih
dan tokoh yang dikagumi sebagai sosok yang diyakini bisa memberi
pertolongan. DR. Abdullah bin Ahmad at-Thayyar berkata: "Ruqyah syirkiyyah
(yang mengandung syirik) adalah bacaan yang di dalamnya memohon
pertolongan kepada selain Allah. Dan termasuk memohon pertolongan dan
perlindungan kepada selain Allah, seperti meruqyah dengan nama-nama jin,
malaikat, nabi dan orang-orang shalih." (Kitab Fathul Haqqil Mubin: 106).
Ibnu
Taimiyyah berkata: "Adapun pengobatan orang yang kesurupan dengan
ruqyah, maka bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila bacaan ruqyah
tersebut terdiri dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan
dibolehkan oleh agama Islam, maka bacaan seperti itu dibolehkan. Karena
telah ditegaskan bahwa Rasulullah mengizinkan penggunaan ruqyah selama
tidak mengandung kesyirikan. (Lihat HR. Muslim no. 2200, red.).
Tapi bila di dalamnya mengandung kalimat yang diharamkan, seperti ada
kesyirikan atau maknanya tidak bisa dipahami atau mengandung kekufuran,
maka tidak seorang pun diperkenankan untuk memakainya. Walaupun
terkadang dengan kalimat tersebut jin mau keluar dari tubuh orang yang
kesurupan. Karena bahaya kekufuran lebih besar adanya daripada manfaat
kesembuhan yang diperoleh." (Majmu'ul Fatawa: 23/ 277).
Imam
Nawawi menukil perkataan Syekh al-Maziri: "Semua ruqyah itu boleh
apabila bacaannya terdiri dari kalam Allah atau sunnah Rasul. Dan ruqyah
itu terlarang apabila terdiri dari bahasa non Arab atau dengan bahasa
yang tidak dipahami maknanya, karena dikhawatirkan ada kekufuran di
dalamnya." (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi: 13/ 341).
Nah,
sekarang bagaimana kita bisa mengkategorikan bahwa ruqyah yang dibaca
seseorang itu berbahasa Arab atau tidak, dan isi bacaannya menyimpang
atau tidak, jika ia sendiri tidak menyuarakan bacaannya atau tidak
terdengar oleh orang lain.
- Hendaklah diyakini bahwa bacaan ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, tapi berpengaruh karena kuasa dan izin Allah.
Karena
hakikatnya yang bisa menyembuhkan penyakit, yang kuasa untuk menolak
bahaya atau bencana, atau yang mampu untuk melindungi diri dari gangguan
syetan hanyalah Allah. Allah mengabadikan keyakinan Nabi Ibrahim dalam
al-Qur'an, "Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang
menyembuhkanku." (QS. asy-Sy'ara': 80). Di ayat lain, Allah berfirman,
"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka tidak
ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri…" (QS. al-An'am: 17).
Hanya saja dalam usaha mencari kesembuhan, kita diwajibkan untuk
mematuhi rambu-rambu syariat, jangan menghalalkan segala cara. Termasuk
saat memilih praktik ruqyah, karena sekarang praktik ruqyah yang
menyimpang atau gadungan makin marak dan berkembang.
Kita
harus memperhatikan kriteria yang telah disepakati oleh para ulama'.
Sebagaimana yang dipesankan oleh DR. Fahd bin Dhuwaiyyan (seorang ustadz
akidah di Jami'ah Islamiyyah, Madinah al-Munawwarah). Ia menanggapi
tiga syarat ruqyah di atas dengan mengatakan, "Sudah jelas, bahwa suatu
hal yang sangat penting sekali untuk memahami tiga syarat di atas,
karena itulah syarat yang benar. Apabila salah satu dari tiga syarat
tersebut di atas tidak ada, maka kita harus berhati-hati dan waspada.
Karena banyak tempat praktik ruqyah yang didatangi oleh banyak orang di
berbagai belahan dunia, tapi tiga kriteria di atas tidak terpenuhi
dalam praktik mereka. Padahal praktik seperti itu harus dijauhi oleh
seorang muslim. Yakinlah terhadap firman Allah, "Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar." (QS. at-Thalaq: 2).
Dari tiga syarat di atas bisa disimpulkan bahwa ruqyah itu ada dua macam. Pertama, ruqyah yang dibolehkan, yaitu ruqyah yang di dalamnya ada tiga kriteria tersebut. Kedua, ruqyah yang terlarang, yaitu ruqyah yang tidak ada tiga kriteria di atas, atau salah satunya." (Kitab Ahkamur Ruqa wat Tamaim: 41).
Oleh
sebab itu, mulai sekarang pastikan bahwa ruqyah yang Anda pakai adalah
ruqyah Syar'iyyah. Dan apabila Anda memakai jasa ruqyah dari orang
lain, pastikan bahwa ruqyahnya adalah ruqyah yang syar'iyyah, bukan yang syirkiyyah.
Karena Rasulullah telah bersabda, "Tidak apa-apa dengan ruqyah, selama
tidak mengandung kesyirikan." (HR. Muslim, Abu Daud dan al-Hakim).
Jika
Anda ingin mengetahui praktik ruqyah yang syar’iyyah, atau ingin
membuktikan manfaat dari terapi model ini, silakan mengunjungi tempat
praktik kami di Klinik Ghoib. Sampai saat ini kami
berusaha untuk mensosialisasikan cara pengobatan Rasulullah yang satu
ini, meskipun di luaran sana banyak orang yang menyalahgunakan praktik
ruqyah, bahkan untuk membungkus praktik perdukunan yang sarat
kesyirikan. Hati-hati, jangan sampai Anda tertipu.
sumber : klinik Ghoib
izin copy
ReplyDelete