Saturday, June 8, 2013

Ruqyah Syar'iyah vs Ruqyah Syirkiyah

sumber gambar : dari sini

Termasuk opini masyarakat yang harus diluruskan adalah pemahaman mereka tentang ruqyah. Banyak masyarakat Islam di negeri kita ini khususnya, ketika mendengar atau mengetahui bahwa ada praktik pengobatan dengan metode ruqyah, mereka langsung menyimpulkan bahwa praktik pengobatan tersebut syar'i atau Islami. Padahal tidak semua ruqyah itu Islami, begitu juga tidak semua praktik pengobatan yang berlebel ruqyah bisa dikategorikan sebagai praktik pengobatan yang islamiyah. Karena ruqyah sendiri ada dua macam. Ada ruqyah syar'iyyah (ruqyah yang sesuai dengan syari'at Islam) dan ada juga ruqyah syirkiyyah (ruqyah yang mengandung syirik dan diharamkan oleh Islam).
Karena opini dan pemahaman yang salah, akhirnya banyak orang Muslim yang mengaku telah menjadi korban praktik pengobatan yang berlebel ruqyah. Ada yang dirugikan secara materi, ada yang dirugikan secara kehormatan, dan ada juga yang dirugikan dari segi ideologi atau akidah.
Ibu Min (45 th) contohnya, ia mengaku telah habis jutaan rupiah karena diloroti oleh dukun yang berpakaian seorang habib dan mengaku sebagai peruqyah. Padahal sehabis diterapi, ia selalu dibekali jimat untuk ditempel di pintu rumah atau dipendam dalam kamar. Sedangkan Mbak Dina (40 th) mengaku bahwa ia pernah diruqyah oleh seseorang, tapi peruqyahnya meraba-raba tubuhnya dari balik bajunya. Ia merasa risih dan dilecehkan walaupun orang yang mengaku sebagai peruqyah tersebut memakai sarung tangan tipis yang acap kali dipakai seorang dokter.
Makanya kita harus berhati-hati dan waspada terhadap praktik-praktik pengobatan yang menggunakan nama ruqyah sebagai kedog dan merek dagangannya. Padahal praktiknya, mereka masih menggunakan praktik perdukunan, praktik yang sarat dengan kesyirikan dan menggunakan bantuan syetan.

Kriteria Ruqyah Syar'iyyah

Ruqyah secara bahasa artinya bacaan. Kalau ada orang yang mengaku bahwa pengobatannya adalah ruqyah tapi dalam praktiknya dia tidak membaca sesuatu, berarti orang tersebut tidak paham akan makna ruqyah itu sendiri. Karena bacaan adalah termasuk unsur pokok dalam melakukan praktik ruqyah sesuai dengan definisinya. Bukan ruqyah kalau dalam praktiknya dia tidak membaca sesuatu, walaupun dalam kenyataannya jin yang ada dalam tubuh seseorang itu keluar atau penyakit yang dideritanya itu sembuh.
Bacaan yang dibaca dalam praktik ruqyah yang syar’iyyah bukan dengan hati atau tidak bersuara dan tak terdengar. Seorang peruqyah lazimnya membaca bacaan ruqyah yang ada dengan bersuara, meskipun volumenya rendah (pelan). Yang penting terdengar. Terdengar oleh jin pengganggu yang ada dalam tubuh pasien, dan terdengar oleh orang lain yang ada di sekitar. Karena Rasulullah saat meruqyah juga bersuara, sehingga isteri, keluarga atau shahabat-shahabatnya mendengar materi bacaan beliau. Sehingga mereka mengetahui lalu meriwayatkannya kepada kita.
Tapi perlu diketahui, bahwa tidak semua bacaan yang dibaca oleh seseorang saat pengobatan bisa dibenarkan oleh Islam, atau bisa dikategorikan sebagai ruqyah syar'iyyah. Apalagi kalau ada seseorang pada saat praktik tidak menyuarakan bacaannya, kita tidak tahu apa yang dibaca di hatinya. Atau sebagaian do'a disuarakan, lalu sebagian lainnya tidak disuarakan atau bersuara tapi tidak jelas karena hanya kumat-kamit. Praktik seperti itu harus kita waspadai, jangan-jangan ia minta tolong kepada jin atau kepada lainnya selain Allah.
Sebetulnya ada kriteria khusus dalam bacaan yang bisa dikategorikan sebagai ruqyah syar'iyyah. Kalau kriteria itu tidak terpenuhi dalam suatu bacaan, maka bacaan itu bisa dikategorikan sebagai ruqyah syirkiyyah atau ruqyah yang menyimpang dari syari'at Islam.
Syekh Ibnu Hajar al-'Asqalani berkata: "Para ulama' telah sepakat (ijma') bahwa ruqyah dibolehkan apabila memenuhi tiga kriteria". (Fathul Bari: 10/ 206). Kesepakatan (konsensus) tersebut disampaikan oleh beberapa ulama' besar dan terkenal. Di antara mereka adalah Imam as-Suyuthi (Penulis kitab Tafsir ad-Durrul Mantsur), Imam Nawawi (Pensyarah Kitab Shahih Muslim), Imam as-Syaukani (Penulis Kitab Hadits Nailul Authar), Syekh Sulaiman bin Abdullah (Penulis Kitab Akidah Taisirul 'Azizil Hamid), Syekh Ibnu Taimiyyah (Pemilik Kitab Majmu'ul Fatawa), dan begitu juga Syekh Nashiruddin al-Albani (Pakar Hadits), serta masih banyak sederetan ulama' terkenal lainnya.
Yang dimaksud dengan tiga syarat dan telah menjadi konsensus para ulama' tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Bacaannya terdiri dari kalam Allah (al-Qur'an) atau dengan Asma' dan Sifat-Nya.
Bacaan yang dibaca oleh seorang peruqyah dengan ruqyah syar'iyyah adalah ayat-ayat Allah yang dibaca sesuai dengan kaidah bacanya, atau ilmu tajwid. Karena kita tidak boleh membaca ayat-ayat al-Qur'an kecuali sesuai dengan kaidah tajwidnya. Apabila ada seorang peruqyah membaca ayat-ayat al-Qur'an dengan cepat seperti seorang dukun membaca mantra, maka rusaklah makna dari ayat tersebut dan ia tidak akan dapat pahala, justru ia berdosa. Dan Islam juga melarang seorang peruqyah untuk membaca al-Qur'an dengan memenggal-menggal ayat yang bisa merubah maksud dan makna ayat tersebut.
Maka dari itu terkadang, kita jumpai seorang dukun juga membaca ayat al-Qur'an, tapi ia potong-potong ayat itu seenaknya. Atau mencampurnya dengan mantra yang ia baca atau rajah yang ia tulis. Ini termasuk pelecehan ayat suci yang sangat disukai oleh syetan. Apalagi bila ayat itu susunannya dibulak-balik, sebagaimana yang dikenal dengan istilah "Qulhu Sungsang", yaitu surat al-Ikhlas yang dibulak-balik susunannya. Bacaan seperti itu harus kita tinggalkan, dan bila ada seseorang yang membaca ayat dengan cara seperti itu, maka yang dipraktikkannya termasuk ruqyah syirkiyyah yang harus dijauhi, karena Islam telah mengharamkannya.
Di samping ayat al-Qur'an, seorang peruqyah juga bisa menjadikan do'a-do'a Rasulullah sebagai materi bacaannya. Karena hal itu telah dicontohkan Rasulullah dan juga dipraktikkan oleh shahabat-shahabatnya serta para ulama' pewaris ilmu mereka. Para ulama' hadits telah membukukan do'a-do'a tersebut dalam kitab-kitab hadits yang mereka susun. Dan para ulama' lain juga telah memasukkannya sebagai bacaan ruqyah dalam kitab-kitab mereka saat mengupas tentang materi ruqyah syar'iyyah.
Syekh Nashiruddin al-Albani berkata: "Ruqyah adalah do'a yang dibaca untuk mencari kesembuhan yang terdiri dari al-Qur'an dan hadits Rasulullah yang shahih. Sedangkan apa yang biasa dibaca oleh seseorang yang terdiri dari kata-kata yang bersajak atau kalimat-kalimat yang tidak bisa dipahami maknanya, bisa jadi ada unsur kekufuran dan kesyirikannya, maka hal itu termasuk ruqyah yang dilarang." (Kitab Dhaif Sunan Tirmidzi: 231).
Imam Nawawi juga telah berkata: "Ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur'an dan dengan do'a-do'a yang telah diajarkan Rasulullah adalah suatu hal yang tidak terlarang. Bahkan itu adalah perbuatan yang disunnahkan. Telah dikabarkan para ulama' bahwa mereka telah bersepakat (ijma') bahwa ruqyah dibolehkan apabila bacaannya terdiri dari ayat-ayat al-Qur'an atau do'a-do'a yang diajarkan Rasulullah." (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi: 14/ 341).
Hal senada juga dinyatakan oleh Syekh Ibnu Hajar al-'Asqalani dengan mengutip perkataan Imam Qurthubi, "Termasuk ruqyah yang dibolehkan adalah terdiri dari kalam Allah (al-Qur'an) atau asma'-Nya, atau yang do'a yang telah diajarkan Rasulullah." (Kitab Fathul Bari: 10/ 196).
  1. Bacaannya terdiri dari Bahasa Arab.
Para ulama' sepakat bahwa bacaan ruqyah harus terdiri dari bahasa Arab, sebagai bahasa al-Qur'an dan as-Sunnah. Dan mereka berbeda pendapat jika bacaan ruqyah itu bukan bahasa Arab. Tapi yang perlu dicatat dan digaris bawahi adalah, tidak setiap bacaan yang berbahasa arab itu benar maknanya atau tidak mengandung kesyirikan. Karena banyak masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam yang mempunyai persepsi bahwa yang berbahasa Arab itu pasti benar dan dilegalkan oleh Islam. Persepsi seperti itu tidak benar adanya, karena banyak juga matra-mantra kesyirikan yang berbahasa Arab, karena pemilik atau pembuatnya orang Arab atau bisa berbahasa Arab.
Seorang ahli Hadits yang bernama Syekh Hafizh bin Ahmad Hakami berkata: "Ruqyah yang terlarang adalah ruqyah yang tidak terdiri dari al-Qur'an atau as-Sunnah dan tidak berbahasa Arab. Ruqyah seperti itu termasuk perbuatan syetan, dan termasuk bacaan untuk mendekatkan diri kepada syetan. Sebagaimana yang dilakukan oleh para dukun dan tukang sihir. Bacaan seperti itu juga banyak dijumpai dalam kitab-kitab mantra dan rajah seperti Kitab Syamsul Ma'arif dan Syumusul Anwar dan lainnya. Hal itu merupakan upaya musuh Islam untuk merusak Islam, padahal sesungguhnya Islam bersih dari hal semacam itu." (Kitab A'lamus Sunnah al-Mansyurah: 155).
Seorang ahli Fiqh dan Ushul Fiqh yang bernama Imam al-Qarafi berkata: "Ruqyah adalah kalimat-kalimat khusus yang dengannya akan diperoleh kesembuhan dari penyakit dan terhindar hal-hal yang merusak –dengan izin Allah-. Tidak bisa dikategorikan sebagai ruqyah bila menimbulkan bahaya, tapi justru itulah yang disebut dengan sihir. Dan kalimat-kalimat (bacaan ruqyah) ada yang dianjurkan, seperti surat al-Fatihah dan al-Mu'awwidzatain. Dan ada juga yang dilarang, seperti ruqyah orang-orang jahiliyyah, atau orang-orang India dan lainnya. Karena dikhawatirkan mengandung kekufuran. Maka dari itu Imam Malik dan yang lainnya melarang ruqyah yang berbahasa selain Arab, karena dikhawatirkan di dalamnya mengandung suatu yang haram." (Kitab al-Furuq: 4/ 147).
Tapi bila bacaannya tidak terdiri dari Bahasa Arab atau 'Ajamiyyah, maka sebagian ulama' ada yang membolehkannya dan sebagian lain melarangnya. Ulama' yang membolehkan ruqyah dengan bahasa selain Arab memberikan persyaratan yang ketat. Termasuk syaratnya adalah, bisa dipahami maknanya, tidak mengandung unsur kesyirikan dan kekufuran seperti di dalamnya mencatut nama jin, malaikat, nabi atau orang shalih dan tokoh yang dikagumi sebagai sosok yang diyakini bisa memberi pertolongan. DR. Abdullah bin Ahmad at-Thayyar berkata: "Ruqyah syirkiyyah (yang mengandung syirik) adalah bacaan yang di dalamnya memohon pertolongan kepada selain Allah. Dan termasuk memohon pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah, seperti meruqyah dengan nama-nama jin, malaikat, nabi dan orang-orang shalih." (Kitab Fathul Haqqil Mubin: 106).
Ibnu Taimiyyah berkata: "Adapun pengobatan orang yang kesurupan dengan ruqyah, maka bacaan yang dibaca itu ada dua macam. Apabila bacaan ruqyah tersebut terdiri dari kalimat yang bisa dipahami maknanya dan dibolehkan oleh agama Islam, maka bacaan seperti itu dibolehkan. Karena telah ditegaskan bahwa Rasulullah mengizinkan penggunaan ruqyah selama tidak mengandung kesyirikan. (Lihat HR. Muslim no. 2200, red.). Tapi bila di dalamnya mengandung kalimat yang diharamkan, seperti ada kesyirikan atau maknanya tidak bisa dipahami atau mengandung kekufuran, maka tidak seorang pun diperkenankan untuk memakainya. Walaupun terkadang dengan kalimat tersebut jin mau keluar dari tubuh orang yang kesurupan. Karena bahaya kekufuran lebih besar adanya daripada manfaat kesembuhan yang diperoleh." (Majmu'ul Fatawa: 23/ 277).
Imam Nawawi menukil perkataan Syekh al-Maziri: "Semua ruqyah itu boleh apabila bacaannya terdiri dari kalam Allah atau sunnah Rasul. Dan ruqyah itu terlarang apabila terdiri dari bahasa non Arab atau dengan bahasa yang tidak dipahami maknanya, karena dikhawatirkan ada kekufuran di dalamnya." (Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi: 13/ 341).
Nah, sekarang bagaimana kita bisa mengkategorikan bahwa ruqyah yang dibaca seseorang itu berbahasa Arab atau tidak, dan isi bacaannya menyimpang atau tidak, jika ia sendiri tidak menyuarakan bacaannya atau tidak terdengar oleh orang lain.
  1. Hendaklah diyakini bahwa bacaan ruqyah tidak berpengaruh dengan sendirinya, tapi berpengaruh karena kuasa dan izin Allah.
Karena hakikatnya yang bisa menyembuhkan penyakit, yang kuasa untuk menolak bahaya atau bencana, atau yang mampu untuk melindungi diri dari gangguan syetan hanyalah Allah. Allah mengabadikan keyakinan Nabi Ibrahim dalam al-Qur'an, "Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkanku." (QS. asy-Sy'ara': 80). Di ayat lain, Allah berfirman, "Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan (bahaya) kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri…" (QS. al-An'am: 17). Hanya saja dalam usaha mencari kesembuhan, kita diwajibkan untuk mematuhi rambu-rambu syariat, jangan menghalalkan segala cara. Termasuk saat memilih praktik ruqyah, karena sekarang praktik ruqyah yang menyimpang atau gadungan makin marak dan berkembang.
Kita harus memperhatikan kriteria yang telah disepakati oleh para ulama'. Sebagaimana yang dipesankan oleh DR. Fahd bin Dhuwaiyyan (seorang ustadz akidah di Jami'ah Islamiyyah, Madinah al-Munawwarah). Ia menanggapi tiga syarat ruqyah di atas dengan mengatakan, "Sudah jelas, bahwa suatu hal yang sangat penting sekali untuk memahami tiga syarat di atas, karena itulah syarat yang benar. Apabila salah satu dari tiga syarat tersebut di atas tidak ada, maka kita harus berhati-hati dan waspada. Karena banyak tempat praktik ruqyah yang didatangi oleh banyak orang di berbagai belahan dunia, tapi tiga kriteria di atas tidak terpenuhi dalam praktik mereka. Padahal praktik seperti itu harus dijauhi oleh seorang muslim. Yakinlah terhadap firman Allah, "Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. at-Thalaq: 2).

Dari tiga syarat di atas bisa disimpulkan bahwa ruqyah itu ada dua macam. Pertama, ruqyah yang dibolehkan, yaitu ruqyah yang di dalamnya ada tiga kriteria tersebut. Kedua, ruqyah yang terlarang, yaitu ruqyah yang tidak ada tiga kriteria di atas, atau salah satunya." (Kitab Ahkamur Ruqa wat Tamaim: 41).
Oleh sebab itu, mulai sekarang pastikan bahwa ruqyah yang Anda pakai adalah ruqyah Syar'iyyah. Dan apabila Anda memakai jasa ruqyah dari orang lain, pastikan bahwa ruqyahnya adalah ruqyah yang syar'iyyah, bukan yang syirkiyyah. Karena Rasulullah telah bersabda, "Tidak apa-apa dengan ruqyah, selama tidak mengandung kesyirikan." (HR. Muslim, Abu Daud dan al-Hakim).
Jika Anda ingin mengetahui praktik ruqyah yang syar’iyyah, atau ingin membuktikan manfaat dari terapi model ini, silakan mengunjungi tempat praktik kami di Klinik Ghoib. Sampai saat ini kami berusaha untuk mensosialisasikan cara pengobatan Rasulullah yang satu ini, meskipun di luaran sana banyak orang yang menyalahgunakan praktik ruqyah, bahkan untuk membungkus praktik perdukunan yang sarat kesyirikan. Hati-hati, jangan sampai Anda tertipu.


sumber : klinik Ghoib

1 comment: