Sunday, June 23, 2013

Nisfu Sya'ban, Pendapat Ulama' dan Dalil-Dalilnya

  • Anjuran untuk berkumpul di malam nisfu sya'ban memang ada, namun dari segi dalilnya, apakah terkoneksi hingga Rasulullah SAW, para ulama umumnya menilai bahwa dalil-dalil itudhaif. Di antaranya hadits berikut ini:
    Dari Ali bin Abi Thalib secara marfu' bahwa Rasululah SAW bersabda, "Bila datang malam nisfu sya'ban, maka bangunlah pada malamnya dan berpuasa lah siangnya. Sesungguhnya Allah SWT turunpada malam itu sejak terbenamnya matahari kelangit dunia dan berkata, "Adakah orang yang minta ampun, Aku akan mengampuninya. Adakah yang minta rizki, Aku akan memberinya riki.Adakah orang sakit, maka Aku akan menyembuhkannya, hingga terbit fajar. (HR Ibnu Majah dengan sanad yang dhaif)

    Sedangkan pemandangan yang seperti yang kita lihat sekarang ini di mana manusia berkumpul untuk berdzikir dan berdoa khusus di malam nisfu sya'ban di masjid-masjid, belum kita temui di zaman Rasulullah SAW maupun di zaman shahabat. Kita baru menemukannya di zaman tabi'in, satu lapis generasi setelah generasi para shahabat.

    Al-Qasthalani dalam kitabnya, Al-Mawahib Alladunniyah jilid 2 halaman 59, menuliskan bahwa para tabiin di negeri Syam seperti Khalid bin Mi'dan dan Makhul telah ber-juhud (mengkhususkan beribadah) pada malam nisfu sya'ban. Maka dari mereka berdua orang-orang mengambil panutan.
    Namun disebutkan terdapat kisah-kisah Israiliyat dari mereka. Sehingga hal itu diingkari oleh para ulama lainnya, terutama ulama dari hijaz, seperti Atho' bin Abi Mulkiyah, termasuk para ulama Malikiyah yang mengatakan bahwa hal itu bid'ah.

    Al-Qasthalany kemudian meneruskan di dalam kitabnya bahwa para ulama Syam berbeda pendapat dalam bentuk teknis ibadah di malam nisfu sya'ban.
    1. Bentuk Pertama
    Dilakukan di malam hari di masjid secara berjamaah. Ini adalah pandangan Khalid bin Mi'dan, Luqman bin 'Amir. Dianjurkan pada malam itu untuk mengenakan pakaian yang paling baik, memakai harum-haruman, memakai celak mata (kuhl), serta menghabiskan malam itu untuk beribadah di masjid.
    Praktek sepertiini disetujui oleh Ishaq bin Rahawaih dan beliau berkomentar tentang hal ini, "Amal seperti ini bukan bid'ah." Dan pendapat beliau ini dinukil oleh Harb Al-Karamani dalam kitabnya.
    2. Bentuk kedua
    Pendapat ini didukung oleh Al-Auza'i dan para ulama Syam umumnya. Bentuknya bagi mereka cukup dikerjakan saja sendiri-sendiri di rumah atau di mana pun. Namun tidak perlu dengan pengerahan masa di masjid baik dengan doa, dzikir maupun istighfar. Mereka memandang hal itu sebagai sesuatu yang tidak dianjurkan.
    Jadi di pihak yang mendukung adanya ritual ibadah khusus di malam nisfu sya'ban itu pun berkembang dua pendapat lagi.

    Al-Imam An-Nawawi
    Al-Imam An-Nawawi rahimahullah, seorang ahli fiqih kondang bermazhab Syafi'i yang punya banyak karya besar dan kitabnya dibaca oleh seluruh pesantren di dunia Islam (di antaranya kitab Riyadhusshalihin, arba'in an-nawawiyah, al-majmu'), punya pendapat menarik tentang ritual khusus di malam nisfu sya'ban.
    Beliau berkata bahwa shalat satu bentuk ritual yang bid'ah di malam itu adalah shalat 100 rakaat, hukumnya adalah bid'ah. Sama dengan shalat raghaib 12 rakaat yang banyak dilakukan di bulan Rajab, juga shalat bid'ah. Keduanya tidak ada dalilnya dari Rasulullah SAW.
    Beliau mengingatkan untuk tidak terkecoh dengan dalil-dalil dan anjuran baik yang ada di dalam kitabIhya' Ulumiddin karya Al-Ghazali, atau kitab Quut Al-Qulub karya Abu Talib Al-Makki.

    Ustadz 'Athiyah Shaqr
    Beliau adalah kepala Lajnah Fatwa di Al-Azhar Mesir di masa lalu. Dalam pendapatnya beliau mengatakan bahwa tidak mengapa bila kita melakukan shalat sunnah di malam nisfu sya'ban antara Maghri dan Isya' demi untuk bertaqarrub kepada Allah. Karena hal itu termasuk kebaikan. Demikian juga dengan ibadah sunnah lainnya sepanjang malam itu, dengan berdoa, meminta ampun kepada Alla. Semua itu memang dianjurkan.
    Namun lafadz doa panjang umur dan sejenisnya, semua itu tidak ada sumbernya dari Rasulullah SAW.

    Dr. Yusuf al-Qaradawi
    Ulama yang sering dijadikan rujukan oleh para aktifis dakwah berpendapat tentang ritual di malam nasfu sya'ban bahwa tidak pernah diriwayatkan dari Nabi SAW dan para sahabat bahwa mereka berkumpul di masjid untuk menghidupkan malam nisfu Sya'ban, membaca doa tertentu dan shalat tertentu seperti yang kita lihat pada sebahagian negeri orang Islam.
    Juga tidak ada riwayat untuk membaca surah Yasin, shalat dua rakaat dengan niat panjang umur, dua rakaat yang lain pula dengan niat tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca do`a yang tidak pernah dipetik dari golongan salaf (para sahabah, tabi`in dan tabi’ tabi`in).
    ---------------------------------
    Jadi, memang terdapat KHILAFIYAH / perbedaan pendapat. tetapi, kita dipersilakan untuk memilih yang mantap di hati kita dan menghargai pendapat yang lain.

    Perayaan malam-malam nisfu sya’ban sudah tidak asing bagi masyarakat di negeri ini khususnya. Mereka biasanya merayakannya dengan acara simakan (menyimak) Al Qur’an yang di baca oleh para huffadz  di setiap mushalla atau masjid-masjid di sekitar tempat tinggal mereka. Bahkan di Irak perayaan nisfu sya’ban lebih antusias lagi, sebagai contoh di sana setiap kali memasuki malam nisfu sya’ban sekitar 125 ribu peziarah memasuki karbala (tanah yang mereka anggap suci, bahkan melebihi dua tanah Haram) [1] untuk merayakanya.

    Adapun dalil-dalil tentangNisfu Sya'ban adalah berikut ini :
    Hadits Dhaif Seputar Nisfu Sya’ban

    1. Hadits pertama

    خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة أول ليلة من رجب وليلة النصف من شعبان وليلة الجمعة وليلة الفطر وليلة النحر

    “Ada lima malam yang doa seorang hamba tidak akan tertolak, yaitu pada malam pertama bulan Rajab, malam nisfu sya’ban, malam jum’ah, malam Ied Fitri dan malam Nahr (Ied Adha).”

    Hadits di atas bersumber dari Abu Umamah dan juga Ibnu Umar, di keluarkan oleh Ibnu Asakir (10/408), Abdur Rozaq (4/317 no. 7927) dan Baihaqi dalam Syuabul Iman (3/342 no. 3713) [2]

    Syaikh Al Albani di dalam Silsilah ad Dhaifah al Maudhuah (3/649) bahwa hadits ini maudhu’ (palsu).

    1. Hadits ke dua

    إذا كان ليلةُ النصفِ من شعبانَ فقومُوا ليلتَها وصومُوا يومَها فإنَّ اللهَ ينزلُ فيها لغروبِ الشمسِ إلى سماءِ الدنيا فيقولُ ألا مستغفرٌ فأغفرَ له ألا مسترزقٌ فأرزقَه ألا مُبْتلًى فأعافيَه ألا سائلٌ فأعطيَه ألا كذا ألا كذا حتى يطلعَ الفجرُ

    “Ketika malam nisfu sya’ban, tegakkanlah malamnya untuk beribadah, berpuasalah di siang harinya, sesungguhnya Alloh turun pada malam itu ke langit dunia semenjak matahari mulai terbenam kemudian berfirman : “Adakah orang yang meminta ampun maka Aku akan mengampuninya, adakah orang yang meminta rizki maka Aku akan memberikanya rizki, adakah orang yang terkena musibah maka Aku akan menolongnya, adakah orang yang meminta maka Aku akan memberinya, adakah orang yang begini,..begitu,..” demikian hinga terbit fajar.”

    Hadits di atas di keluarkan oleh Ibnu Majah (1/444 no. 1388), Al Bushiri dalam kitabnya (2/10) mengatakan : “Dalam sanadnya terdapat Ibnu Abi Sabrah, Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan : “Ia memalsukan hadits”.  Dan Al Baihaqi mengeluarkannya dalam Syu’abul Iman (3/378 no. 3822), juga di keluarkan oleh Ad Dailami (1/259 no. 1007). [3]

    Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif al Jami’ as Saghir wa Ziyadatuhu bahwa hadits ini maudhu’ (palsu).

    1. Hadits ke tiga
    يا عائشة ! أكنت تخافين أن يحيف الله عليك ورسوله ؟ بل أتاني جبريل فقال : هذه الليلة ليلة النصف من شعبان ، ولله فيها عتقاء من النار بعدد شعور غنم كلب ، لا ينظر الله فيها إلى مشرك ولا إلى مشاحن ولا إلى قاطع رحم ولا إلى مسبل ولا إلى عاق لوالديه ولا إلى مدمن خمر

    “Wahai Aisyah,.apakah engkau takut Alloh dan Rasul-Nya akan berbuat dhalim kepadamu,.? Bahkan Jibril telah datang kepadaku dan mengatakan : ‘Malam ini merupakan malam nisfu sya’ban, di dalamnya Alloh membebaskan manusia dari neraka sebanyak bulu domba bani Kalb. Alloh tidak melihat pada malam itu kepada orang musyrik, tidak pula kepada orang yang suka memusuhi, pemutus hubungan silaturrahim, orang yang musbil (memanjangkan pakaian melebihi mata kaki), orang yang durhaka kepada kedua orang tua, serta tidak pula kepada pecandu khamr”.

    Hadits di atas Al Baihaqi mengeluarkanya dalam Syu’abul Iman (3/380 no. 3826), beliau mendhaifkan bahwa hadits itu bersumber dari Aisyah. Juga di riwayatkan oleh Ibnu Majah (1/444 no. 1389). [4]

    Syaikh Al Albani berkata dalam Dhaifu at Targhib wa at Tarhib bahwa hadits ini dhaif jiddan (lemah sekali).

    1. Hadits ke empat
    في ليلة النصف من شعبان يوحي الله إلى ملك الموت يقبض كل نفس يريد قبضها في تلك السنة

    “Pada malam nisfu sya’ban Alloh mewahyukan kepada malaikat maut untuk mencabut setiap jiwa pada tahun itu”.

    Di riwayatkan oleh Ad Dinawariy dalam Al Mujalasah secara mursal dari Rasyid bin Sa’ad. Syaikh Al Albani berkata tentang hadits ini ; “Dhaif”.[5]

    Hadits Shahih Seputar Nisfu Sya’ban

    Terdapat beberapa hadits dengan lafadz yang hampir sama, mulai dari derajat hasan hingga shahih. Diantara hadits-hadits tersebut adalah ;

    إذا كان ليلةُ النصفِ من شعبانَ اطَّلَع اللهُ إلى خلقِهِ فيغفر للمؤمنين ويُمْلِى للكافرين ويدعُ أهلَ الحِقْدِ بحقدِهم حتى يدعوه

    “Pada malam nisfu sya’ban Alloh muncul (melihat) kepada hamba-Nya, Dia mengampuni seluruh orang beriman dan meninggalkan orang-orang kafir serta membiarkan pendendam dengan rasa dendamnya hingga ia meninggalkanya.”

    Hadits di atas bersumber dari Abu Tsa’labah, Al Baihaqi mengeluarkanya dalam Syu’abul Iman (3/381 no. 3832), demikian pula Ibnu Abi Ashim (1/244 no. 511). Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan’. [6]

    Semisal dengan itu juga hadits :

    في ليلة النصف من شعبان يغفر الله عز وجل لأهل الأرض إلا مشرك أو مشاحن
    “Pada malam nisfu sya’ban Alloh Azza wa Jalla mengampuni penduduk bumi kecuali orang musyrik dan orang suka bermusuhan.”
    Hadits ini bersumber dari Katsir bin Murrah yang di riwayatkan oleh Al Baihaqi secara mursal, dan beliau mengatakan ; “Ini hadits mursal yang bagus”. [7] Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ hadits no. 4268 mengatakan bahwa hadits ini shahih.
    Catatan
    Hadits-hadits shahih atau hasan seputar nisfu sya’ban jumlahnya tidak sebanyak hadits-hadits dhaif yang ada. Bahkan hadits-hadits shahih yang ada secara lafadz hampir sama, hanya berbeda sedikit. Dan dari sekian yang ada, tidak di temukan hadits shahih yang menunjukkan anjuran khusus untuk merayakannya atau melakukan ibadah-ibadah tertentu di dalamnya. Maka pendalilan dengan hadits-hadits shahih mengenai malam nisfu sya’ban sebagai pembenar untuk merayakannya tidaklah tepat. Sebagaimana pula tidak kita temukan riwayat dari para pendahulu kita yang shalih mengenai perbuatan mereka yang merayakannya.

    [1] . Tentu saja, keyakinan bahwa tanah Karbala lebih suci dari pada dua tanah Haram adalah keyakinan yang menyimpang, yang hanya di miliki oleh kaum Syiah yang sesat dan pengikutnya.
    [2] . Lihat Jamiul Ahadits atau Al Jami’ Al Kabir Li As Suyutiy bab Harful Kha (خ) (12/310) Maktabah Syamilah
    [3] . Al Jami’ Al Kabir (1/2973) Maktabah Syamilah
    [4] . Al Jami’ Al Kabir bab Harful Ya (ي) (1/27029) Maktabah Syamilah
    [5] . Shahih wa Dhaif al Jami’ as Shaghir hadits no 4019
    [6] . lihat Shahih Al Jami’, hadits no. 771
    [7] . Shahihu at Targhib wa at Tarhib (3/34) Maktabah Syamilah
    Wallohu a'lam bish showab
    Sumber : Rumah Fiqih Indonesia dan dari berbagai referensi

No comments:

Post a Comment